JAKARTA – Fenomena maraknya konten kreator yang mereview makanan dan kosmetik menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, mengkritik lambannya Kementerian Perdaganan (Kemendag) dalam mengantisipasi dampak dari tren ini, yang dianggap merugikan baik produsen maupun konsumen.
“Ini keresahan masyarakat karena adanya kelengahan Kemendag dalam melindungi konsumen dan produsen,” ujar Mufti dalam rapat dengan Menteri Perdagangan Budi Santoso di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, dilansir dari Kompas, Senin (3/3/2025).
Influencer Gunakan Celah Hukum untuk Kepentingan Pribadi
Mufti juga menyoroti bahwa banyak influencer yang memanfaatkan celah hukum demi kepentingan pribadi mereka. Ia mengungkapkan salah satu kasus yang melibatkan konten kreator kuliner Codeblu, yang diduga melakukan pemerasan terhadap pemilik usaha setelah memberikan review negatif. “Baru dua hari lalu, ada influencer bernama Codeblu. Dia mereview makanan, lalu pemiliknya datang dan ternyata diperas Rp350 juta,” kata Mufti.
Kasus ini, menurutnya, menunjukkan adanya celah yang tidak diantisipasi pemerintah dalam mengatur konten review produk.
Pengusaha Kritisi Tindakan Konten Kreator
Fenomena ini juga mendapat perhatian dari pengusaha kuliner, Tjie Nofia Handayani atau Ci Mehong, yang menilai banyak konten kreator bertindak semena-mena dalam memberikan ulasan. “Kalau dibiarkan begitu saja, mereka bisa seenaknya,” ujar Ci Mehong dalam kanal YouTube Feni Rose Official. Ia juga menegaskan bahwa satu ulasan buruk dari influencer bisa langsung mematikan usaha kecil.
Sebagai solusi, Ci Mehong meminta pemerintah untuk membuat regulasi yang dapat melindungi pelaku usaha dari konten review yang merugikan. “Kalau yang mereview menjatuhkan usaha orang, harus ada hukum yang mengatur,” tegasnya.
Sementara itu, bisnis bika ambon milik Ci Mehong sempat mendapat sorotan setelah direview oleh Tasyi Athasyia pada 9 Februari 2025. Dalam video tersebut, ditemukan binatang kecil dalam adonan bika ambon. Namun, Ci Mehong membantah temuan tersebut, menjelaskan bahwa itu hanyalah serpihan gosong dari koran. Tasyi juga mengkritik tekstur bika ambon yang dianggap keras, meskipun sudah diletakkan di suhu ruang.