JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan kesiapannya untuk menindak tegas para pengusaha nakal yang mengoplos beras, menyusul arahan tegas dari Presiden Prabowo Subianto.
Praktik curang ini, yang mencampur beras biasa dengan label premium untuk meraup keuntungan besar, disebut merugikan masyarakat dan negara hingga ratusan triliun rupiah setiap tahun.
“Kejaksaan sebagai penegak hukum siap menindaklanjuti arahan Presiden RI,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, seperti dikutip pada Selasa (22/7/2025).
Untuk memastikan penegakan hukum berjalan efektif, Kejagung akan menjalin koordinasi intensif dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Kementerian Pertanian, dan instansi terkait lainnya.
Langkah ini diambil guna memastikan penegakan hukum sesuai kewenangan dan tidak menimbulkan dampak negatif pada distribusi pangan.
Presiden Prabowo sebelumnya menyuarakan kemarahannya atas praktik pengoplosan beras yang merugikan rakyat. Dalam pidatonya di Kongres Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Surakarta, Minggu (20/7/2025), ia menyebut tindakan ini sebagai pengkhianatan terhadap bangsa.
“Ada permainan-permainan jahat dari beberapa pengusaha yang menipu rakyat. Beras biasa dibilang beras premium, harganya dinaikkan seenaknya. Ini pelanggaran!” tegas Prabowo.
Menurut laporan, praktik pengoplosan beras ini telah menyebabkan kerugian negara hingga Rp100 triliun setiap tahun. Data dari Kementerian Pertanian mengungkapkan adanya anomali harga, di mana harga gabah di tingkat petani turun, namun harga beras di pasar justru melonjak.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyebutkan, sebanyak 212 merek beras diduga terlibat dalam pelanggaran mutu dan kualitas, berdasarkan hasil pengujian di 13 laboratorium.
Kejagung menegaskan bahwa penegakan hukum akan dilakukan tanpa pandang bulu. “Saya telah minta Jaksa Agung dan polisi untuk mengusut dan menindak pengusaha-pengusaha tersebut tanpa pandang bulu,” ungkap Prabowo, menegaskan komitmennya untuk memberantas mafia pangan.
Kolaborasi lintas instansi ini juga diharapkan dapat mencegah kelangkaan beras di pasaran, mengingat perusahaan-perusahaan yang terlibat memiliki peran besar dalam distribusi pangan nasional.
Pakar hukum pidana dari Universitas Jenderal Soedirman, Prof. Hibnu Nugroho, menekankan pentingnya penegakan hukum yang menyeluruh.
Ia menyebut pengoplosan beras dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi di sektor pangan atau pelanggaran perlindungan konsumen, terutama jika beras oplosan membahayakan kesehatan masyarakat.
Langkah tegas pemerintah ini diharapkan dapat memulihkan kepercayaan publik terhadap sistem distribusi pangan nasional, sekaligus melindungi konsumen dari praktik curang yang merugikan.
Masyarakat kini menantikan hasil konkret dari investigasi Kejagung dan Polri dalam menyeret pelaku pengoplosan beras ke meja hukum.




