JAKARTA – Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komjen (Purn) Susno Duadji, menyoroti langkah penyidik Polda Metro Jaya yang telah menetapkan sejumlah orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencemaran nama baik Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait isu ijazah palsu. Menurutnya, penetapan tersangka seharusnya didasarkan pada pembuktian sah atau tidaknya ijazah yang dipersoalkan.
Susno menilai, pengumuman penetapan tersangka oleh Polri dan Polda Metro Jaya tidak disertai penjelasan rinci mengenai alat bukti yang digunakan. “Polri dan Polda Metro memang mengumumkan, tetapi tidak dijelaskan alasan seseorang dijadikan tersangka. Hanya disebut sudah sekian ratus saksi dan sekian banyak ahli diperiksa. Padahal, banyaknya saksi atau ahli tidak bisa dijadikan patokan cukup bukti atau tidaknya suatu perkara,” ujar Susno kempada wartawan.
Ia menegaskan, kewenangan menentukan apakah suatu perkara memenuhi unsur pidana sepenuhnya berada di tangan penyidik, bukan ditentukan oleh jumlah ahli atau saksi yang diperiksa. “Penentuan status tersangka itu sepenuhnya kewenangan penyidik Polri. Bukan karena banyak ahli atau saksi diperiksa,” tegasnya.
Lebih lanjut, Susno juga menyoroti belum adanya penjelasan dari pihak kepolisian mengenai keaslian ijazah Presiden Jokowi yang menjadi objek perkara. Ia menilai, kejelasan atas keaslian ijazah tersebut menjadi kunci untuk menentukan apakah para pihak yang menyebarkan dugaan ijazah palsu dapat dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) atau tidak.
“Kita belum mendengar pengumuman dari Polda Metro Jaya apakah ijazah Pak Jokowi itu sah atau tidak, asli atau palsu. Karena itu objek utama dari perkara. Kalau ijazahnya belum dipastikan, bagaimana bisa menetapkan orang sebagai tersangka?” ucapnya.
Menurut Susno, penentuan keaslian ijazah bukan ranah kepolisian, melainkan kewenangan peradilan tata usaha negara (TUN). “Karena ijazah merupakan produk pejabat administrasi negara, maka yang berwenang memutus keasliannya adalah Mahkamah Peradilan TUN,” jelasnya.
Ia menambahkan, keputusan pengadilan TUN nantinya akan menjadi dasar hukum penting dalam kasus ini. Jika ijazah tersebut dinyatakan tidak asli, maka pihak yang memegang ijazah itulah yang seharusnya menjadi tersangka. Namun, jika pengadilan memutuskan ijazah itu asli, maka tindakan pihak yang menyebutnya palsu dapat dianggap mencemarkan nama baik.
“Kalau ijazahnya tidak asli, maka Roy Suryo dan kawan-kawan tidak bisa dijadikan tersangka. Tapi kalau pengadilan menyatakan ijazah itu asli, maka benar mereka bisa dijerat karena mengatakan sesuatu yang tidak sesuai fakta,” kata Susno.
Ia pun menegaskan, apabila terbukti ijazah tersebut sah namun dituduh palsu, maka perbuatan itu bisa dikategorikan sebagai pencemaran nama baik sekaligus pelanggaran UU ITE. “Kalau ijazahnya asli tapi disebut palsu, jelas mencemarkan nama baik dan bisa kena UU ITE. Jadi, begitu duduk persoalannya,” pungkasnya.
Kasus dugaan ijazah palsu Presiden Jokowi sendiri mencuat setelah sejumlah pihak di media sosial mempertanyakan keaslian dokumen pendidikan Kepala Negara. Polda Metro Jaya telah memeriksa ratusan saksi dan beberapa ahli, serta menetapkan beberapa orang sebagai tersangka, termasuk mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Roy Suryo. Namun hingga kini, publik masih menantikan kejelasan resmi soal keaslian ijazah Jokowi dari pihak berwenang.




