JAKARTA – Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) resmi menjatuhkan sanksi tegas kepada Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) menyusul insiden tidak terpuji yang dilakukan suporter saat laga Timnas Indonesia melawan Bahrain.
Sanksi berupa denda sebesar Rp400 juta dan pengurangan kapasitas penonton sebesar 15% di pertandingan kandang berikutnya menjadi pukulan telak bagi sepak bola Indonesia.
Insiden ini terjadi pada 25 Maret 2025, di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta, saat Timnas Indonesia menghadapi Bahrain pada lanjutan Grup C babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia.
Kemenangan 1-0 yang diraih Garuda berkat gol Ole Romeny ternoda oleh ulah sekitar 200 suporter di sektor 19. Pada menit ke-80, mereka kedapatan meneriakkan slogan xenofobia yang dianggap melanggar prinsip kesetaraan FIFA.
Sanksi FIFA: Denda dan Pembatasan Penonton
Menurut Exco PSSI, Arya Sinulingga, FIFA telah mengirimkan surat resmi dengan referensi FDD 2338 terkait Pasal 18 tentang diskriminasi.
“Jadi kemarin kita sudah dapat surat dari FIFA tentang referensi FDD 2338 Pasal 18 diskriminasi. Keputusan dari FIFA bahwa PSSI harus bertanggung jawab terhadap perilaku diskriminatif suporter pada saat Indonesia melawan Bahrain yang dimainkan 25 Maret 2025,” ujar Arya, dikutip dari rilis resmi PSSI, Minggu (11/5/2025).
Akibatnya, FIFA menjatuhkan dua hukuman berat:
- Denda hampir Rp400 juta
- Pembatasan jumlah penonton sebesar 15%, terutama di tribun utara dan selatan yang menjadi pusat aktivitas suporter selama pertandingan.
FIFA juga meminta PSSI menutup sekitar 15% kursi di area belakang gawang untuk laga kandang berikutnya melawan China. Namun, FIFA memberikan opsi agar kursi tersebut dapat diisi oleh komunitas khusus, seperti kelompok antidiskriminasi, pelajar, perempuan, atau keluarga, dengan syarat membawa spanduk bertema antidiskriminasi.
Dampak dan Tanggapan PSSI
Sanksi ini menjadi tamparan keras bagi PSSI dan suporter Indonesia. Arya Sinulingga menegaskan bahwa FIFA memiliki prinsip kuat terkait kesetaraan, kemanusiaan, dan saling menghormati.
“Ini adalah hal berat bagi kita. FIFA punya prinsip kesetaraan, kemanusiaan, dan saling menghargai. Tidak boleh ada hate speech, ujaran kebencian, rasisme, atau xenofobia,”tegasnya.
PSSI kini diwajibkan menyusun rencana tempat duduk secara detail dan mengirimkannya kepada FIFA 10 hari sebelum pertandingan. Selain itu, FIFA meminta PSSI membuat rencana komprehensif untuk memerangi tindakan diskriminasi di sepak bola nasional, sebuah tugas yang tidak ringan.
Latar Belakang Insiden
Laporan sistem monitoring FIFA menyebutkan bahwa suporter di tribun utara dan selatan menjadi yang paling aktif selama laga melawan Bahrain. Insiden diskriminasi terjadi ketika sekitar 200 suporter meneriakkan slogan yang dianggap xenofobia, melanggar aturan FIFA tentang larangan ujaran kebencian. Hal ini memicu reaksi keras dari pelatih Bahrain, Dragan Talajic, yang menyayangkan sikap suporter Indonesia karena menyoraki lagu kebangsaan Bahrain sebelum pertandingan dimulai.
Sanksi ini bukan yang pertama bagi Indonesia. Pada November 2024, FIFA juga menjatuhkan denda Rp178 juta kepada Timnas Indonesia karena keterlambatan kick-off saat melawan China. Insiden terbaru ini menambah catatan buruk bagi sepak bola Indonesia, yang pernah terancam sanksi berat akibat tragedi Kanjuruhan pada 2022 dan pembatalan status tuan rumah Piala Dunia U-20 2023.
Untuk mencegah sanksi lebih berat di masa depan, PSSI perlu segera bertindak. Edukasi kepada suporter, pengawasan ketat di stadion, dan kampanye antidiskriminasi menjadi langkah penting untuk memastikan sepak bola Indonesia tetap berada di jalur yang benar. Suporter, sebagai elemen penting dalam sepak bola, diharapkan dapat mendukung Timnas dengan sportivitas dan menghindari tindakan yang merugikan.
Sanksi ini akan berlaku pada laga kandang berikutnya melawan China di Kualifikasi Piala Dunia 2026. PSSI harus segera mempersiapkan langkah strategis untuk memenuhi tuntutan FIFA, termasuk menyusun rencana tempat duduk dan program antidiskriminasi.