JAKARTA – Pengadilan Negeri (PN) Solo secara resmi menghentikan perkara gugatan ijazah palsu Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) setelah menyatakan tidak memiliki kewenangan untuk mengadili kasus tersebut.
Gugatan yang diajukan oleh Muhammad Taufiq, mewakili kelompok bernama Ijazah Palsu Usaha Gakpunya Malu (TIPU UGM), kini tidak dilanjutkan ke tahap pembuktian pokok perkara.
Dalam sidang yang digelar di Solo, majelis hakim memutuskan untuk menerima seluruh eksepsi atau keberatan hukum yang diajukan oleh para tergugat, termasuk Presiden Jokowi, KPU Kota Solo, SMA Negeri 6 Surakarta, dan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Alasan utama penolakan adalah kompetensi absolut, yang menyatakan bahwa PN Solo bukan forum hukum yang tepat untuk memproses perkara ini.
“Majelis hakim menyatakan bahwa perkara ini bukan kewenangan pengadilan negeri karena lebih tepat ditangani melalui jalur pidana atau Tata Usaha Negara (PTUN),” kata YB Irpan, kuasa hukum Presiden Jokowi, usai sidang.
Ia juga menyampaikan bahwa penggugat dikenakan biaya perkara sebesar Rp506.000.
Putusan Hentikan Pemeriksaan Pokok Perkara
Putusan sela ini membuat proses hukum gugatan ijazah palsu Jokowi di PN Solo resmi dihentikan.
Sidang tidak akan berlanjut ke tahap pembuktian isi gugatan.
Namun, pihak penggugat masih memiliki opsi hukum lanjutan melalui banding ke Pengadilan Tinggi.
“Dengan putusan sela ini, maka perkara selesai di tingkat PN Solo, kecuali ada upaya banding yang dapat membatalkan keputusan hakim,” tambah Irpan.
Perkara ini awalnya berisi tuduhan bahwa dokumen ijazah milik Presiden Jokowi yang digunakan saat pencalonan adalah palsu.
Gugatan tersebut menyeret empat pihak sebagai tergugat, mulai dari Jokowi sendiri hingga lembaga pendidikan yang mengeluarkan dan memverifikasi ijazah tersebut.
Jalur Hukum yang Dipermasalahkan
Para tergugat melalui kuasa hukum menyampaikan bahwa pokok perkara bukan sengketa perdata.
Tuduhan pemalsuan dokumen merupakan isu hukum pidana atau administrasi negara yang seharusnya diproses di PTUN atau lembaga penyidik pidana.
Mekanisme hukum ini menjadi poin krusial dalam putusan hakim. Kompetensi absolut yang dikabulkan menjadi dasar kuat dalam menolak melanjutkan sidang.
Sementara itu, pihak penggugat masih bisa menggunakan haknya untuk menempuh upaya banding demi membuka kembali jalan pemeriksaan perkara di pengadilan tingkat pertama.***