CIANJUR – Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) resmi menutup seluruh jalur pendakian mulai Senin, 13 Oktober 2025.
Penutupan ini dilakukan sebagai langkah tegas untuk membersihkan tumpukan sampah yang masif, serta melakukan evaluasi dan reformasi tata kelola wisata guna menjaga kelestarian ekosistem hutan hujan tropis yang menjadi ikon kawasan ini.
Penutupan yang mencakup ketiga pintu masuk utama—Cibodas, Gunung Putri, dan Selabintana—dijadwalkan berlangsung hingga seluruh program perbaikan rampung. Tujuannya jelas: mewujudkan konsep “Zero Waste Wisata Pendakian” di tengah lonjakan antusiasme pendaki yang sering kali meninggalkan jejak sampah meresahkan.
TNGGP, sebagai salah satu destinasi favorit wisatawan domestik dan mancanegara, kerap diterpa isu akumulasi limbah yang mengancam keindahan Gunung Gede dan Pangrango.
Kepala Balai Besar TNGGP, Arief Mahmud, menekankan bahwa penutupan ini bukan sekadar jeda, melainkan momentum strategis untuk perubahan berkelanjutan. “Kami sebagai pengelolaan pendakian melaksanakan penutupan sementara kegiatan pendakian di seluruh pintu masuk, mulai dari Cibodas, Gunung Putri, dan Selabintana, mulai tanggal 13 Oktober sampai seluruh aksi bersih-bersih, evaluasi dan perbaikan tata kelola tuntas dilakukan,” ujar Arief saat ditemui di Cianjur, Jawa Barat, pada Sabtu (11/10).
Bagi para pendaki yang telah mendaftar dan melunasi biaya melalui sistem booking online, pihak pengelola menjanjikan solusi cepat. Mereka akan menerima notifikasi resmi terkait pengembalian dana atau penjadwalan ulang pendakian.
Pembukaan kembali jalur akan diumumkan secara transparan melalui situs web resmi TNGGP dan akun media sosialnya, memastikan tidak ada kebingungan di kalangan komunitas petualang.
Gunung Gede Pangrango bukan hanya simbol keagungan alam Jawa Barat, tapi juga rumah bagi ekosistem hutan hujan tropis pegunungan yang kaya biodiversitas.
Keindahan kawah, air terjun, dan panorama sunrise-nya menarik ribuan pendaki setiap tahun. Namun, popularitas ini datang dengan harga: tantangan pengelolaan sampah yang berulang.
Isu limbah pendakian sering menjadi sorotan publik dan media, karena berdampak langsung pada kenyamanan pengunjung serta kelestarian lingkungan.
Arief Mahmud menambahkan, “Kegiatan pendakian dibuka kembali setelah seluruh tahapan perbaikan selesai dilaksanakan dan akan diumumkan secara resmi melalui situs web serta kanal media sosial Balai Besar TNGGP.” Upaya ini melibatkan kolaborasi lintas sektor, termasuk mitra pemerintah, akademisi, komunitas pecinta alam, dan pelaku usaha wisata.
Rencana Reformasi Tata Kelola Pendakian TNGGP
Penutupan sementara ini akan dimanfaatkan untuk serangkaian inisiatif konkret yang dirancang menyeluruh. Berikut poin-poin utama perbaikan yang direncanakan:
Pembersihan Sampah Masif:
Aksi gotong royong untuk membersihkan akumulasi limbah di jalur, basecamp, dan sekitar puncak, menargetkan nol sampah baru melalui edukasi intensif.
Evaluasi dan Peninjauan Prosedur:
Review mendalam terhadap sistem perizinan, pendaftaran online, serta daya dukung jalur pendakian untuk mencegah overcrowding.
Peningkatan Fasilitas:
Penataan ulang basecamp, peningkatan sarana prasarana dasar seperti toilet ramah lingkungan dan tempat sampah, serta integrasi sistem pengawasan Siap Gepang untuk monitoring real-time.
Revitalisasi Layanan Pendaki:
Penyempurnaan basis data pendaki, penguatan pelatihan pemandu dan petugas, serta program edukasi “Pendaki Cerdas” yang menekankan kesadaran lingkungan.
Arief Mahmud merinci lebih lanjut, “Termasuk revitalisasi sistem pelayanan pendakian, termasuk penyempurnaan basis data pendaki, penguatan kapasitas pemandu dan petugas, serta pengembangan edukasi pendaki cerdas yang berorientasi pada peduli alam dan peduli sampah.”
Langkah-langkah ini diharapkan tidak hanya menyelesaikan masalah akut sampah pendakian Gunung Gede Pangrango, tapi juga menetapkan standar baru untuk wisata berkelanjutan di taman nasional Indonesia lainnya.
Imbauan untuk Pendaki Bertanggung Jawab
Di tengah penutupan ini, Arief Mahmud mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bersatu. “Arief mengimbau masyarakat dan semua pemangku kepentingan untuk mendukung upaya bersama dalam mewujudkan pendakian gunung yang bertanggung jawab, bersih, dan berkelanjutan.” Bagi calon pendaki, ini menjadi pengingat untuk selalu mempraktikkan prinsip Leave No Trace—meninggalkan alam lebih bersih daripada saat tiba.




