JAKARTA — Transformasi besar dalam sistem layanan haji 2025 mulai diterapkan dengan menggandeng delapan syarikah sebagai penyedia layanan utama bagi jemaah Indonesia.
Namun, perhatian serius muncul dari DPR RI terkait pentingnya keseragaman standar layanan demi kenyamanan dan keselamatan jemaah selama berada di Tanah Suci.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Abidin Fikri, menggarisbawahi bahwa pelaksanaan sistem baru berbasis syarikah harus menjamin kualitas layanan yang adil dan merata di seluruh kloter.
Model ini menggantikan pendekatan berbasis wilayah atau muasasah dan menjadi respons langsung terhadap kebijakan otoritas Arab Saudi yang telah berlaku sejak 2022.
“Penerapan sistem delapan syarikah diharuskan adanya koordinasi antarsyarikah dan mendesak Kementerian Agama dan PPIH berkoordinasi intensif dengan otoritas Arab Saudi untuk memastikan standar pelayanan yang sama di semua syarikah, sehingga jemaah tidak mengalami ketidaknyamanan, terutama menjelang puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina,” ujar Abidin Fikri, di Jakarta, Rabu (28/5/2025).
Syarikah Haji dan Tantangan Integrasi Layanan
Delapan entitas syarikah yang bertugas tahun ini adalah Al-Bait Guests, Rakeen Mashariq, Sana Mashariq, Rehlat & Manafea, Al Rifadah, Rawaf Mina, MCDC, dan Rifad.
Sistem ini dirancang untuk mendongkrak kualitas pelayanan secara kompetitif melalui pendekatan swasta yang profesional.
Namun, Abidin Fikri mencatat sejumlah problematika, seperti pencampuran jemaah dari kloter berbeda yang mengakibatkan terpisahnya keluarga, pendamping, hingga lansia dari kelompoknya.
Di sisi lain, ia menyambut baik beberapa inovasi PPIH, seperti penandaan warna untuk membedakan syarikah serta penyediaan layanan khusus bagi disabilitas dan pengaturan lontar jumrah yang lebih inklusif.
Meski begitu, ia menilai bahwa upaya ini belum cukup tanpa adanya integrasi lintas lembaga dan sinkronisasi data yang solid.
Komitmen DPR dan Harapan atas Transformasi Haji
Lebih jauh, politisi PDI-Perjuangan itu menekankan bahwa semua syarikah wajib menyediakan layanan setara dalam aspek transportasi, konsumsi, dan akomodasi.
Tidak boleh ada jemaah yang merasa dirugikan hanya karena perbedaan pengelolaan antar perusahaan penyedia layanan.
“Setiap syarikah harus memenuhi standar yang sama dalam akomodasi, transportasi dan konsumsi. Kami tidak ingin ada jemaah yang dirugikan karena perbedaan pengelolaan,” tambahnya.
Sebagai bagian dari Tim Pengawas Haji DPR RI, Abidin menyatakan komitmennya untuk terus memantau pelaksanaan ibadah haji tahun ini agar berjalan mulus dan semua permasalahan teknis dapat diselesaikan sebelum puncak ibadah di Armuzna.
Harapannya, transformasi ke model syarikah ini dapat menjadi langkah maju dalam peningkatan layanan, bukan justru menjadi beban baru bagi jemaah.
“Kami akan terus memastikan bahwa setiap kebijakan selaras dengan visi pelayanan haji yang inklusif dan bermartabat,” tutupnya.***




