JAKARTA – Fenomena astronomi Kulminasi Matahari atau yang dikenal dengan istilah Hari Tanpa Bayangan akan kembali terjadi di berbagai wilayah Indonesia, dimulai pada 7 September 2025 dan berlangsung hingga pertengahan Oktober.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah merilis jadwal lengkap terjadinya fenomena ini untuk periode kedua di tahun 2025. Hari Tanpa Bayangan akan melintasi seluruh wilayah Indonesia secara bertahap, dimulai dari barat ke timur, seiring pergerakan semu Matahari.
Apa Itu Kulminasi Matahari?
Kulminasi Matahari terjadi ketika posisi Matahari berada tepat di atas kepala atau zenit pada siang hari. Pada momen ini, bayangan benda tegak akan “menghilang” sejenak, karena jatuh tepat di bawah benda tersebut. Fenomena ini hanya terjadi di wilayah yang berada di antara Garis Balik Utara (23,5º LU) dan Garis Balik Selatan (23,5º LS) — yang mencakup sebagian besar wilayah Indonesia.
Peristiwa ini berlangsung dua kali dalam setahun di wilayah tropis. Untuk periode kali ini, Hari Tanpa Bayangan dimulai di Sabang, Aceh pada 7 September dan akan mencapai titik terakhirnya di Baa, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 21 Oktober 2025.
Jadwal Kulminasi Matahari di Bulan September 2025
Berikut adalah sebagian kota di Indonesia yang akan mengalami Hari Tanpa Bayangan pada bulan September:
- 7 September: Sabang
- 8 September: Banda Aceh
- 9 September: Jantho, Sigli, Meureudu, Bireuen, Lhokseumawe, Lhoksukon
- 10 September: Simpang Tiga Redelong, Idi Rayeuk
- 11 September: Calang, Takengon, Langsa
- 12 September: Meulaboh, Suka Makmue, Blang Kejeren, Karang Baru
- 13 September: Medan, Stabat, Binjai, Lubuk Pakam, Sei Rampah, Blangpidie
- 14–25 September: Fenomena terus bergerak ke wilayah Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Gorontalo, hingga Papua Barat.
Sementara itu, wilayah lain seperti Jakarta diprediksi baru akan mengalami Kulminasi Matahari pada bulan Oktober 2025.
BMKG mengajak masyarakat untuk memanfaatkan momen ini sebagai sarana edukasi astronomi dan pengamatan langsung di lapangan. Fenomena Hari Tanpa Bayangan juga kerap menjadi kesempatan bagi sekolah, komunitas astronomi, dan masyarakat umum untuk menggelar kegiatan observasi.