JAKARTA – Tahun Baru Imlek, yang sarat dengan kemeriahan dan kehangatan, selalu dikaitkan dengan warna merah, angpao, serta kebersamaan keluarga. Namun, ada satu hal yang tak bisa dilewatkan saat perayaan Imlek, yaitu hujan.
Keterkaitan Imlek dengan hujan tidak hanya karena bertepatan dengan puncak musim hujan, tetapi juga karena hujan diyakini oleh masyarakat Tionghoa sebagai simbol berkah dan rezeki yang melimpah. Selain itu, hujan juga menandai dimulainya siklus pertanian yang baru.
Lantas, mengapa Imlek sering kali berlangsung bersamaan dengan turunnya hujan? Berikut penjelasannya!
Hujan Sebagai Pembawa Berkah
Menurut Kartika Ajeng Dewanty dalam tulisannya “Fungsi Budaya Cap Go Meh sebagai Tradisi Masyarakat Tionghoa Perspektif Antropologi Sastra” (2017), masyarakat Tionghoa, khususnya yang menganut ajaran Kong Hu Cu, meyakini bahwa hujan yang turun menjelang perayaan Cap Go Meh—bagian dari rangkaian perayaan Imlek—merupakan pembawa berkah dan rezeki. Masyarakat Tionghoa di Indonesia maupun di seluruh dunia pun sering berharap agar hujan turun saat perayaan Tahun Baru Imlek, karena mereka percaya bahwa hujan membawa keberuntungan dan kelimpahan rezeki.
Bertepatan dengan Musim Hujan
Namun, kepercayaan budaya bukan satu-satunya faktor yang menjadikan Imlek identik dengan hujan. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), perayaan Imlek yang jatuh pada akhir Januari hingga awal Februari bertepatan dengan puncak musim hujan. Pada periode ini, curah hujan memang cenderung tinggi, khususnya di wilayah Indonesia, yang menyebabkan perayaan Imlek sering berlangsung dalam suasana basah.
Selain itu, angin muson timur laut yang bertiup di Laut Cina Selatan turut memengaruhi cuaca pada periode Tahun Baru Imlek. Angin ini menyebabkan suhu harian berkisar antara 22 hingga 30 derajat Celsius, yang membuat cuaca menjadi lebih dingin dan sering kali disertai hujan.
Imlek dan Tradisi Agraris
Keterkaitan antara Imlek dan musim hujan juga berkaitan dengan tradisi agraris yang telah ada sejak ribuan tahun. Seperti yang dilaporkan oleh Asia for Educator, masyarakat Tionghoa pada masa lalu sangat bergantung pada siklus pertanian untuk kehidupan mereka. Mereka tinggal di daerah pedesaan dan hidup dari hasil pertanian, yang sangat dipengaruhi oleh musim hujan sebagai penanda awal musim tanam yang baru.
Dengan demikian, Imlek tidak hanya menjadi momen meriah penuh kebersamaan, tetapi juga memiliki makna yang dalam bagi masyarakat Tionghoa terkait dengan berkah, keberuntungan, dan pertanian.




