JAKARTA – Mantan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Siti Fadilah Supari dan Eks Kepala BSSN Dharma Pongrekun, dengan tegas menolak amendemen International Health Regulation (IHR) yang akan disahkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 19 Juli 2025.
Menurut Siti, amendemen ini dinilai mengancam kedaulatan nasional karena mengubah definisi pandemi dan membebani negara anggota secara finansial.
Siti Fadilah menegaskan bahwa amendemen tersebut, yang telah disetujui secara kontroversial beberapa bulan lalu, berpotensi merenggut hak Indonesia untuk melindungi rakyatnya secara mandiri, terutama dalam menghadapi pandemi.
“Amandemen IHR ini yang akan disahkan tanggal 19 Juli kecuali kita tidak setuju, isinya benar-benar merenggut kedaulatan bangsa kita untuk melindungi rakyatnya, jadi bapak tidak bisa melindungi rakyat bapak kalau ada pandemik,” ujarnya.
Siti menjelaskan, amendemen IHR mengubah definisi pandemi dengan menyamakan statusnya sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).
Selain itu, pengobatan berbasis gen dan sel kini dimasukkan sebagai produk kesehatan dalam Pasal 1 amendemen IHR.
Keputusan status darurat pandemi juga akan ditentukan langsung oleh Direktur Jenderal WHO berdasarkan Pasal 1, Pasal 12, dan Pasal 49. Lebih lanjut, beban finansial akibat kebijakan ini akan ditanggung oleh pemerintah negara anggota, termasuk Indonesia.
Peringatan ini disampaikan Siti melalui kanal YouTube dan media sosialnya, mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk menolak amendemen tersebut.
“Ini amandemen IHR sangat berbahaya bagi kedaulatan bangsa dan negara, pak. Dan ini gandengannya pandemik, ini aturannya sangat terperinci diatur di sini,” tegas Siti.
Ia juga menyoroti keterkaitan IHR dengan Pandemic Agreement, yang menurutnya dapat menghilangkan kewenangan negara dalam mengelola krisis kesehatan secara independen.
Dharma Pongrekun, mantan calon Gubernur DKI Jakarta, turut mendukung sikap Siti. Ia menilai amendemen ini sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan kesehatan Indonesia, yang dapat melemahkan kemampuan pemerintah melindungi rakyatnya.
Penolakan serupa juga muncul dari sejumlah negara lain, dengan 10 alasan utama, termasuk perubahan definisi pandemi yang dianggap membingungkan dan potensi pelanggaran hak negara anggota.
Siti Fadilah, yang dikenal sebagai Menkes era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2009), memiliki sejarah panjang dalam menghadapi isu kesehatan global.
Ia pernah menentang pengiriman sampel virus flu burung ke WHO pada 2006 dan menulis buku berjudul Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung, yang memicu kontroversi internasional.
Meski sempat terjerat kasus korupsi pengadaan alat kesehatan pada 2017, Siti tetap menjadi figur vokal dalam isu kesehatan nasional.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pemerintah Indonesia terkait sikap terhadap amendemen IHR.
Namun, desakan dari Siti dan tokoh lainnya menambah sorotan terhadap kebijakan WHO yang dinilai kontroversial. Publik kini menanti langkah strategis pemerintah dalam menjaga kedaulatan kesehatan nasional.




