YOGYAKARTA – Indonesia disebut memiliki posisi paling krusial dalam menengahi ketegangan militer yang tengah meningkat di perbatasan Thailand-Kamboja.
Konflik yang kembali mencuat sejak Kamis, 24 Juli 2025, menjadi ujian serius bagi relevansi ASEAN sebagai organisasi regional. Dalam situasi ini, Indonesia dianggap sebagai aktor paling siap untuk mengambil peran kepemimpinan dalam mendorong solusi damai.
Zain Maulana, pakar studi ASEAN dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), menyebutkan bahwa Indonesia memiliki peluang besar mendorong penyelesaian konflik melalui jalur diplomasi kawasan.
“Indonesia memiliki potensi terbesar untuk mendorong perdamaian dan penyelesaian masalah ini. Di level ASEAN,” ujar Zain dalam pernyataan resminya di Yogyakarta, Minggu (27/7/2025).
Menurut Zain, strategi diplomatik Presiden Prabowo Subianto—yang berasal dari latar belakang pertahanan dan militer—bisa menjadi instrumen kuat dalam mengawal proses perdamaian di ASEAN.
Pendekatan ini, katanya, berpotensi menjadi pembuktian sekaligus pertaruhan awal kepemimpinan Prabowo di panggung diplomasi kawasan.
“Seharusnya ini menjadi pertaruhan. Bagaimana Presiden Prabowo menuntun atau terlibat dalam isu ini dengan menggunakan ASEAN,” ujarnya.
Konteks Historis dan Tantangan ASEAN
Zain memaparkan bahwa konflik perbatasan antara Thailand dan Kamboja merupakan lanjutan dari masalah klaim wilayah yang belum tuntas sejak lama.
Ia membandingkannya dengan kasus Sipadan dan Ligitan antara Indonesia dan Malaysia—yang kala itu berhasil diselesaikan melalui Mahkamah Internasional.
Berbeda dengan Indonesia dan Malaysia, kedua negara di Semenanjung Indochina itu dinilai belum menunjukkan itikad serius menempuh jalur hukum atau perundingan global.
“Thailand dan Kamboja sudah lama tidak menunjukkan keinginan proaktif untuk menyelesaikan sengketa melalui mekanisme perundingan internasional,” katanya.
Dalam pandangan Zain, konflik ini menjadi momen penting untuk menguji komitmen ASEAN sebagai wadah penyelesaian damai di kawasan.
Namun, pendekatan non-intervensi ASEAN yang selama ini menjadi pakem justru kerap menghambat langkah cepat.
“Ketika ada negara anggota yang mengalami persoalan dalam isu tersebut, ASEAN cenderung menunggu daripada proaktif mengambil langkah,” ujar Zain.
ASEAN, lanjutnya, biasanya baru akan bersikap jika diminta secara langsung oleh negara yang bersengketa atau apabila konflik mulai mengganggu stabilitas kawasan secara luas.
Peran Strategis dan Tanggung Jawab Indonesia
Dalam dinamika kawasan yang kian kompleks, Indonesia disebut memiliki beban tanggung jawab moral dan strategis untuk tidak tinggal diam.
Meski Indonesia kini aktif di berbagai forum global seperti BRICS, menurut Zain, ASEAN tetap menjadi rumah utama bagi peran geopolitik RI.
“Walaupun Indonesia memiliki banyak ‘mainan‘ baru di luar sana seperti BRICS dan lainnya. Kasus ini semakin menunjukkan bahwa peran Indonesia di ASEAN tidak bisa ditinggalkan,” tegas Zain yang juga dosen Hubungan Internasional UMY.
Dengan kekuatan posisi geografis, rekam jejak diplomatik, dan kepemimpinan politik yang baru, Indonesia diharapkan bisa menggalang dukungan negara-negara anggota ASEAN agar konflik Thailand-Kamboja bisa segera diredam sebelum berdampak lebih luas.***




