SANA’A, YAMAN – Militer Israel melancarkan serangan udara skala besar ke Yaman pada Senin (7/7/2025) dalam operasi bertajuk Operation Black Flag. Target utama: tiga pelabuhan penting dan satu pembangkit listrik di wilayah kendali Houthi.
Serangan ini dinilai sebagai langkah strategis untuk melumpuhkan infrastruktur logistik dan militer kelompok bersenjata yang didukung Iran tersebut.
Serangan ini sekaligus menjadi aksi militer pertama Israel di wilayah Yaman setelah hampir sebulan meredanya ketegangan, menyusul gencatan senjata Israel-Iran. Namun, setelah serangan balistik terbaru yang diklaim diluncurkan Houthi ke wilayah Israel, eskalasi pun kembali terjadi.
Sasaran Utama: Infrastruktur Logistik dan Komando
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyatakan empat lokasi diserang karena diduga kuat menjadi pusat operasional militer Houthi. Ketiganya adalah Pelabuhan Hodeidah, Pelabuhan Ras Isa, Pelabuhan Salif, serta pembangkit listrik Ras Qantib.
IDF menuduh pelabuhan-pelabuhan itu digunakan untuk menyelundupkan senjata dan peralatan militer dari luar negeri, sekaligus sebagai titik transit pasokan logistik bagi operasi Houthi di berbagai wilayah Yaman. Kapal Galaxy Leader, yang disita Houthi pada 2023 dan kini berlabuh di Ras Isa, juga menjadi target.
“Pasukan rezim teroris Houthi memasang sistem radar di kapal tersebut, dan menggunakannya untuk melacak kapal-kapal di wilayah maritim internasional, dalam rangka mendukung aktivitas rezim teroris Houthi,” ungkap militer Israel, dikutip Reuters.
Mengapa Infrastruktur Disasar?
Pengamat militer Timur Tengah menilai serangan ini sebagai langkah terkoordinasi untuk menghantam “urat nadi” operasi Houthi. Pelabuhan merupakan titik krusial bagi distribusi suplai, baik logistik sipil maupun militer. Sementara pembangkit listrik Ras Qantib mendukung kestabilan operasional dan komunikasi Houthi di pesisir barat.
“Serangan ini bukan hanya tentang pembalasan, tapi bentuk tekanan strategis. Israel mengirim pesan bahwa infrastruktur sipil yang dimanfaatkan untuk kepentingan militer bukan lagi zona aman,” kata Rami Al-Mahdi, analis keamanan regional, kepada Al-Quds Monitor.
Respons Houthi: Serangan Gagal, Rakyat Terluka
Kelompok Houthi mengklaim sistem pertahanan udara mereka berhasil menangkis sebagian besar serangan, meski di lapangan terjadi pemadaman total di Hodeidah dan kebakaran besar di sebuah pabrik semen.
“Pertahanan udara Yaman secara efektif menghadapi agresi Israel,” demikian pernyataan resmi Houthi. “Menggunakan serangan besar-besaran rudal permukaan-ke-udara yang diproduksi secara lokal.”
Namun, anggota biro politik Houthi, Mohammed Al Farah, menyebut serangan ke pelabuhan dan pembangkit listrik sebagai “upaya menyakiti warga sipil” dan “tidak ada hubungannya dengan target militer yang sah.”
Dampak Langsung: Hodeidah Lumpuh, Bantuan Terganggu
Serangan ke pembangkit listrik menyebabkan Hodeidah mengalami pemadaman total. Warga mengaku kesulitan mendapatkan air bersih dan akses ke layanan kesehatan, sementara pelabuhan Hodeidah selama ini merupakan jalur utama bantuan kemanusiaan ke Yaman dari PBB dan LSM internasional.
Meski belum ada laporan resmi mengenai jumlah korban, sejumlah kelompok bantuan mengungkap kekhawatiran meningkatnya penderitaan sipil akibat serangan tersebut.
Eskalasi dan Risiko Lanjutan
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menyatakan serangan ini merupakan “peringatan tegas” kepada Houthi. “Houthi akan terus membayar harga yang mahal atas tindakan mereka,” tegasnya.
Dalam beberapa jam setelah serangan Israel, dua rudal kembali diluncurkan dari wilayah Yaman ke Israel, memicu sirene peringatan di Yerusalem dan Laut Mati. Hal ini menunjukkan bahwa meski infrastruktur utama dihantam, kemampuan ofensif Houthi belum sepenuhnya lumpuh.