JAKARTA – KPK mengungkap dugaan bahwa Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya memakai uang hasil korupsi untuk menutupi beban hutang politik yang muncul dari aktivitas kampanye sebelumnya.
Lembaga antirasuah itu sebelumnya resmi menetapkan Ardito bersama empat orang lainnya sebagai tersangka kasus korupsi terkait pengaturan proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkab Lampung Tengah.
Dari hasil penyelidikan, Ardito disebut menerima total sekitar Rp5,75 miliar dari praktik pengaturan pemenang proyek yang berlangsung di wilayahnya.
Uang yang mengalir dari fee proyek itu diduga dipakai untuk kebutuhan pribadi Ardito, termasuk menutup kewajiban finansial kampanye yang masih tertinggal.
“Dana operasional Bupati sebesar Rp500 juta. Pelunasan pinjaman bank yang diduga untuk kebutuhan kampanye di tahun 2024 sebesar Rp5,25 miliar,” kata Plh Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Mungky Hadipratikno dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (11/12/2025).
KPK menegaskan status tersangka Ardito berkaitan dengan dugaan suap dan gratifikasi yang mencuat saat proses pengadaan proyek-proyek untuk tahun anggaran 2025 di Lampung Tengah.
Daftar tersangka mencakup lima nama, yaitu Ardito Wijaya sebagai Bupati Lampung Tengah, anggota DPRD Lampung Tengah Riki Hendra Saputra, adik Ardito bernama Ranu Hari Prasetyo, Plt Kepala Bapenda sekaligus kerabat Ardito yaitu Anton Wibowo, serta pihak swasta Mohamad Lukman Sjamsuri.
KPK memaparkan bahwa sejak Juni 2025 Ardito diduga mematok fee sebesar 15 hingga 20 persen dari berbagai proyek yang dikelola Pemkab Lampung Tengah.
Besarnya nilai APBD Lampung Tengah tahun 2025 yang mencapai Rp3,19 triliun disebut memberi ruang luas atas praktik pengaturan proyek tersebut, terutama pada sektor infrastruktur dan layanan publik.
Setelah menjabat, Ardito dilaporkan memerintahkan anggota DPRD Riki Hendra Saputra untuk mengatur pemenang proyek melalui mekanisme penunjukan langsung di e-catalog, dan perusahaan yang diarahkan menang disebut berafiliasi dengan keluarga maupun tim pemenangannya.
Proses pengaturan proyek ini juga menyeret keterlibatan Sekretaris Bapenda Iswantoro serta sejumlah pejabat SKPD lainnya dalam pelaksanaannya.
Selama periode Februari hingga November 2025, aliran fee yang diterima Ardito melalui Riki dan adiknya Ranu disebut mencapai Rp5,25 miliar.
Pada proyek alat kesehatan di Dinas Kesehatan, Ardito kembali diduga mengarahkan Anton Wibowo agar memenangkan PT Elkaka Mandiri dalam tiga paket pekerjaan senilai Rp3,15 miliar.
Dari proyek alat kesehatan tersebut, Ardito disebut kembali menerima fee Rp500 juta sehingga total dugaan penerimaannya mencapai sekitar Rp5,75 miliar.
Saat operasi tangkap tangan, penyidik KPK mengamankan barang bukti berupa uang tunai Rp193 juta dan logam mulia seberat 850 gram.
Kelima tersangka kini ditahan untuk masa penahanan awal selama 20 hari, terhitung 10 sampai 29 Desember 2025, dengan lokasi penahanan berbeda sesuai status masing-masing.
Ardito, Ranu, dan Anton ditempatkan di Rutan ACLC KPK, sementara Riki dan Lukman ditahan di Rutan Gedung Merah Putih.
Para tersangka penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a, 12 huruf b, Pasal 11, atau Pasal 12B UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk pemberi suap, KPK menerapkan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 UU Tipikor sebagai dasar hukumnya.***