JAKARTA – Menyambut Iduladha 1446 H/2025 M, Kementerian Pertanian (Kementan) meningkatkan pengawasan terhadap kesehatan hewan kurban untuk mencegah penyebaran penyakit hewan menular strategis (PHMS) dan zoonosis. Langkah ini dilakukan melalui koordinasi yang intensif antara Kementan dengan dinas peternakan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Agung Suganda, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, menegaskan pentingnya pengawasan lalu lintas ternak dan mitigasi risiko pada seluruh rantai distribusi hewan kurban, mulai dari peternakan, pasar hewan, tempat penjualan, hingga rumah potong hewan (RPH). Pengawasan ini menjadi sangat penting mengingat tingginya mobilisasi ternak yang terjadi menjelang Iduladha.
“Kebutuhan hewan kurban yang meningkat signifikan turut memicu tingginya mobilisasi ternak antarwilayah. Jika tidak diantisipasi dengan serius, hal ini bisa membuka celah bagi masuknya penyakit seperti PMK, LSD, hingga Anthrax,” kata Agung dalam keterangan persnya, Rabu (7/5/2025).
Sebagai upaya konkret, Kementan mewajibkan vaksinasi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan kurban di sekitar titik penjualan dalam radius minimal tiga kilometer. Vaksinasi ini harus dilakukan paling lambat enam bulan sebelum penyembelihan hewan.
Selain itu, Kementan juga mengimbau masyarakat untuk segera melapor kepada petugas kesehatan hewan jika menemukan gejala sakit pada hewan kurban. Pemerintah daerah diminta untuk aktif melaporkan hasil pemeriksaan hewan, baik sebelum (antemortem) maupun sesudah pemotongan (postmortem), melalui aplikasi iSIKHNAS.
Kementan juga menekankan pentingnya sistem pelaporan darurat yang wajib diaktifkan, disertai penguatan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kepada masyarakat. “Dengan sinergi semua pihak, kami berharap Iduladha tahun ini bukan hanya khidmat secara spiritual, tetapi juga aman dari sisi kesehatan,” ujar Agung.
Pada kesempatan terpisah, Nuryani Zainuddin, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, menyoroti pentingnya pelaksanaan pemotongan hewan kurban yang higienis dan memperhatikan kesejahteraan hewan. Setiap tahapan pemotongan, dari pemeriksaan sebelum hingga sesudah penyembelihan, harus dilakukan dengan baik dan benar.
“Pelaksanaan kurban yang baik bukan hanya terkait dengan syariat agama, tetapi juga melindungi kesehatan masyarakat. Penanganan daging dan jeroan yang tidak higienis bisa menjadi jalur masuk penyakit zoonosis ke manusia,” tegasnya.
Kementan juga mengingatkan bahwa hewan kurban yang tidak terjual tidak boleh dikembalikan ke daerah asal. Hewan tersebut harus dipelihara, dipotong di RPH setempat, atau dijual di wilayah sekitar untuk mencegah penyebaran penyakit lintas wilayah.
Tahun ini, kebutuhan hewan kurban sapi dan kambing/domba diperkirakan mencapai 2.074.269 ekor, naik 1,98% dibandingkan tahun lalu. Sementara itu, ketersediaan nasional mencapai 3.217.397 ekor, yang berarti terdapat surplus sekitar 1,14 juta ekor. Kementan memastikan kecukupan hewan kurban secara nasional dan telah menyiapkan mekanisme distribusi dari daerah surplus ke daerah yang kekurangan.