JAKARTA – Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa reformasi kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) bukanlah respons tergesa-gesa terhadap tekanan negara lain. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang untuk memperkuat industri nasional dan meningkatkan daya saing produk lokal di pasar global.
“Kami ingin tegaskan bahwa reformasi TKDN bukan karena latah, tidak reaktif, dan bukan karena tekanan. Ini sudah kami mulai sejak Februari 2025, jauh sebelum adanya dinamika yang berkembang belakangan ini,” ujarnyadalam keterangannya di Jakarta, Minggu kemarin.
Langkah Proaktif untuk Industri Kuat
Reformasi TKDN, menurut Agus, dirancang untuk mendukung pertumbuhan ekosistem manufaktur dalam negeri. Kebijakan ini bertujuan mendorong penggunaan produk lokal dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, sekaligus mempercepat kemandirian industri nasional. Langkah ini juga selaras dengan visi Presiden untuk memperdalam struktur industri dan meningkatkan daya saing di kancah internasional.
Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025 tentang Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Pemerintah, pemerintah memperkuat landasan hukum TKDN. Aturan baru ini menghadirkan mekanisme verifikasi yang lebih baik, insentif bagi pelaku industri, dan pengawasan ketat untuk memastikan komitmen penggunaan produk dalam negeri.
Prioritas Belanja Pemerintah yang Lebih Terarah
Perpres tersebut juga mengatur urutan prioritas belanja pemerintah untuk produk ber-TKDN dan Produk Dalam Negeri (PDN). Berikut rinciannya:
- Produk dengan skor TKDN dan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) di atas 40% menjadi prioritas, dengan syarat TKDN minimal 25%.
- Jika tidak ada produk dengan skor TKDN+BMP di atas 40%, produk dengan TKDN di atas 25% tetap bisa dibeli.
- Jika tidak ada produk dengan TKDN di atas 25%, pemerintah boleh membeli produk dengan TKDN lebih rendah.
- Jika tidak ada produk bersertifikat TKDN, pemerintah dapat membeli PDN yang terdaftar di Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS).
Aturan ini memastikan bahwa belanja pemerintah dan BUMN/BUMD lebih berpihak pada produk lokal, sekaligus mendorong pelaku industri untuk meningkatkan kualitas dan sertifikasi TKDN.
Kolaborasi untuk Implementasi Efektif
Agus menegaskan bahwa pemerintah akan terus melibatkan berbagai pemangku kepentingan, seperti pelaku industri dan asosiasi, untuk memastikan reformasi ini berjalan efektif.
“Kami ingin kebijakan ini tidak hanya adaptif, tetapi juga transparan dan memberikan manfaat nyata bagi industri dalam negeri,” tambahnya.
Langkah ini juga mendapat sambutan positif dari pelaku industri. Mereka mengapresiasi empat sub-ayat baru dalam Pasal 66 Perpres Nomor 46 Tahun 2025, yang memberikan kejelasan dan dorongan bagi penggunaan produk lokal. Dengan reformasi ini, Indonesia optimistis dapat membangun industri yang lebih mandiri dan berdaya saing.
Bukan Respons Tarif Trump
Meskipun ada spekulasi bahwa reformasi TKDN terkait dengan kebijakan tarif resiprokal Presiden AS Donald Trump, Agus dengan tegas membantahnya. Ia menegaskan bahwa reformasi ini murni berdasarkan kebutuhan domestik dan telah dirancang jauh sebelum isu perdagangan global mencuat.
“Ini tentang memperkuat fondasi industri kita, bukan sekadar reaksi terhadap dinamika global,” tuturnya.
Dengan kebijakan ini, Indonesia tidak hanya melindungi industri lokal, tetapi juga menunjukkan komitmen untuk menjadi pemain kunci di pasar global. Reformasi TKDN menjadi bukti bahwa Indonesia mampu merancang strategi proaktif untuk masa depan ekonomi yang lebih tangguh.