BANDUNG – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mendapat dukungan dari Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi atas program pembinaan siswa bermasalah di barak militer. Dalam kunjungannya ke Dodik Bela Negara Rindam III Siliwangi, Bandung Barat, Minggu (11/5), Kak Seto menilai pendekatan pendidikan karakter Panca Waluya yang diterapkan tetap ramah anak dan tidak melanggar prinsip perlindungan anak.
“Sering banyak orang salah sangka, meski ada unsur pendidikan oleh militer, tapi tetap menggunakan bahasa anak dan memenuhi hak-hak anak,” kata Kak Seto seperti dikutip dari akun Instagram resmi Dinas Pendidikan Jawa Barat
Pendidikan Karakter yang Berbeda
Program Panca Waluya ditujukan untuk siswa yang dianggap “nakal” atau sulit dibina, seperti pelaku tawuran, anggota geng motor, atau pelaku pelanggaran ringan. Alih-alih pendidikan militer keras, program ini menekankan pembentukan disiplin, tanggung jawab, dan pengembangan bakat. Siswa dibekali etika, keterampilan pertanian, hingga seni melalui pendekatan yang menyenangkan dan mendidik.
Kak Seto menegaskan bahwa pendidikan karakter yang terarah akan berdampak positif jangka panjang. Ia memuji keterlibatan TNI yang membimbing siswa sesuai dunia anak.
“Pendidikan karakter yang dikawal dengan baik akan berdampak positif bagi anak-anak,” ujarnya.
Dedi Mulyadi: Solusi Masa Depan Generasi
Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa tujuan utama program ini adalah mengembalikan jati diri anak-anak. Ia menegaskan bahwa pelatihan ini bukan bentuk hukuman, melainkan upaya membentuk karakter kuat agar mereka tidak kembali ke perilaku negatif.
“Kebijakan (siswa nakal) ke barak militer itu untuk mengembalikan jati diri anak,” kata Dedi melalui unggahan Instagram pribadinya (@dedimulyadi71).
Namun, program ini menuai kontroversi. Komnas HAM mempertanyakan keterlibatan TNI dalam mendidik siswa sipil. Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyatakan bahwa pendidikan kewarganegaraan bukan kewenangan militer. “Sebetulnya itu bukan kewenangan TNI untuk melakukan civic education. Mungkin perlu ditinjau kembali rencana itu,” ujarnya.
Menanggapi kritik itu, Dedi justru menantang Komnas HAM dan KPAI untuk melihat langsung pelaksanaan program. Ia bahkan tertawa kecil saat menyinggung isu pelanggaran HAM. Menurut Dedi, perilaku menyimpang siswa justru bisa melanggar HAM orang lain.
“Satu HAM orang tuanya terlanggar oleh pelaku anaknya. Yang kedua HAM orang lain terlanggar, mereka yang terluka,” kata Dedi saat kunjungan di Dodik Bela Negara, Lembang.
Program ini menjadi perbincangan di media sosial. Banyak masyarakat mendukung langkah Dedi sebagai solusi kreatif menghadapi kenakalan remaja. Seorang warga Bandung, Rina (34), mengaku anaknya menjadi lebih disiplin setelah mengikuti program tersebut.
“Anak saya jadi lebih disiplin setelah ikut program ini. Mereka belajar tanggung jawab tanpa merasa dihakimi,” katanya.
Namun, ada pula kekhawatiran terhadap stigma atau dampak psikologis siswa. Pengamat pendidikan Doni Koesoema menilai risiko pelabelan negatif bisa memperburuk kondisi sosial anak. “Belum lagi dampak psikologis jangka panjang kalau tidak ada pendampingan,” ujarnya.
Dukungan TNI dan Harapan ke Depan
TNI AD menyatakan dukungan penuh dengan menyiapkan 30–40 barak di Jawa Barat. Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat Brigjen TNI Wahyu Yudhayana menyatakan kesiapan mereka membina siswa dengan fokus pada nilai-nilai nasionalisme dan kedisiplinan.
“Kami siap menerima siswa-siswa bermasalah di Jawa Barat,” ujarnya.
Menteri HAM Natalius Pigai juga mendukung program ini selama tidak melibatkan kekerasan fisik. “Menurut saya, di Jawa Barat itu bukan corporal punishment, tapi mereka mau dididik mental, karakter, dan disiplin,” ucap Pigai. Ia bahkan mempertimbangkan untuk mengusulkan program serupa secara nasional jika terbukti efektif.
Meski masih menuai pro dan kontra, program Panca Waluya telah berjalan di Purwakarta dan Bandung sejak 2 Mei 2025 dengan melibatkan puluhan siswa SMP. Dedi berharap program ini bisa menjadi model pendidikan karakter bagi daerah lain.
“Kami ingin anak-anak ini punya masa depan yang lebih baik, bukan hanya dihukum, tapi dibimbing,” tuturnya.
Dinas Pendidikan Jawa Barat menyediakan informasi lebih lanjut melalui situs resmi dan media sosial. Program ini menjadi refleksi atas pentingnya pendidikan karakter dalam membentuk generasi yang lebih baik.