JAKARTA – Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut dugaan aliran dana Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang melibatkan Jampidsus Kejagung, Febrie Adriansyah.
Koordinator Koalisi, Ronald Loblobly, mengatakan terdapat empat gatekeeper yang diduga menjadi perantara dalam skema pencucian uang tersebut.
“Febrie Adriansyah diduga melakukan tindak pidana korupsi dengan melibatkan sejumlah gatekeeper, yaitu Don Ritto, Nurman Herin—yang merupakan bagian dari Keluarga Besar Alumni Universitas Jambi bersama Febrie sebagai Dewan Pembina dan Dewan Kehormatan—serta Jeffri Ardiatma dan Rangga Cipta,” jelas Ronald.
Perusahaan Diduga Jadi Sarana Pencucian Uang
Ronald menyebutkan bahwa para gatekeeper ini mendirikan sejumlah perusahaan yang digunakan sebagai sarana pencucian uang. Salah satunya adalah PT. Kantor Omzet Indonesia, yang bergerak di bidang penukaran, broker, dan dealer valuta asing. Selain itu, beberapa perusahaan lain juga diduga terlibat, di antaranya:
1. PT. Hutama Indo Tara
Bergerak di perdagangan bahan bakar dan jasa. Nama Kheysan Farrandie, putra Febrie, tercatat sebagai bagian dari perusahaan ini.
2. PT. Declan Kulinari Nusantara
Mengelola tiga restoran Prancis, termasuk Gontran Cherrier di Cipete, Jakarta Selatan, yang menjadi lokasi Febrie dikuntit oleh Densus 88.
3. PT. Prima Niaga Intiselaras
Memiliki rekening di Bank Mandiri Cabang Pondok Indah dengan saldo mencapai Rp26,4 miliar per Februari 2024.
4. PT. Aga Mitra Perkasa
Beroperasi di industri minyak kelapa sawit. Putra pertama Febrie, Aga Adrian Haitara, yang bekerja di PT. Pertamina Patra Niaga Cirebon, tercatat sebagai pemegang 200 lembar saham.
5. PT. Sebambam Mega Energy
Dihubungkan dengan Agustinus Antonius, mantan pejabat Kemenkeu.
6. PT. Blok Bulungan Bara Utama
Bergerak di perdagangan batubara dengan Jeffri Ardiatma sebagai direktur dan Rangga Cipta sebagai komisaris. Perusahaan ini memiliki hubungan dengan PT. Andika Yoga Pratama, CV. Perintis Bara Bersaudara, PT. Saudagar Nikel Nusantara, dan PT. Raja Kutai Baru Makmur. Pada 2022, peredaran usahanya mencapai Rp122 miliar, dengan dugaan aliran dana Rp19 miliar ke Nurman Herin yang disamarkan sebagai pinjaman.
7. PT. Nukkuwatu Lintas Nusantara
Perusahaan perdagangan batubara yang didirikan oleh Jeffri Ardiatma, Ryanda Rachmadi, Purnawan Hardiyanto, dan Helmi, dengan omzet Rp99 miliar (2021) dan Rp180 miliar (2022).
Dugaan Permainan Lelang Barang Rampasan Jiwasraya
Selain kasus pencucian uang, Febrie juga dilaporkan terkait dugaan permainan lelang barang rampasan dalam kasus Jiwasraya. Saham PT GBU, yang seharusnya bernilai Rp12 triliun, dilelang oleh Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejagung pada 18 Juni 2023 dan dimenangkan oleh PT Indobara Putra Mandiri (IUM) hanya seharga Rp1,945 triliun. Akibatnya, negara diduga mengalami kerugian hingga Rp7 triliun.
Kasus Lain yang Menjeratnya
Febrie juga dilaporkan dalam beberapa kasus lain, termasuk dugaan suap dalam kasus Ronald Tannur dengan terdakwa Zarof Ricar, serta penyalahgunaan kewenangan dalam tata niaga batu bara di Kalimantan Timur. Menanggapi laporan-laporan ini, Febrie menyebutnya sebagai bentuk perlawanan balik dari koruptor.
“Semakin besar perkara yang sedang diungkap, pasti semakin besar serangan baliknya,” ujarnya
Ia mengaku tidak ambil pusing dengan laporan tersebut dan menyebutnya sebagai hal yang biasa terjadi. “Biasalah, pasti ada perlawanan,” ucapnya.
Sorotan Kasus Korupsi di Kejagung
Febrie menilai laporan-laporan ini muncul seiring dengan sorotan terhadap sejumlah kasus korupsi di Kejagung, seperti kasus Timah, makelar kasus Zarof Ricar, dan tata kelola minyak mentah Pertamina.
“Ini semua adalah upaya untuk mengalihkan perhatian dari kasus-kasus besar yang sedang diusut,” tambahnya.
Dengan berbagai dugaan yang mencuat, Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi berharap KPK segera mengambil langkah tegas untuk mengusut tuntas kasus ini guna mencegah kerugian negara yang lebih besar.