JAKARTA – Kurs rupiah mencatat penguatan signifikan di penutupan perdagangan Jumat, 11 April 2025.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah terapresiasi sebesar 0,16 persen atau menguat 27 poin ke level Rp16.795 per dolar Amerika Serikat (AS).
Kinerja positif rupiah ini mencerminkan respons pasar terhadap tekanan ekonomi yang tengah melanda AS.
Penguatan rupiah kali ini dipicu oleh melemahnya kurs dolar AS akibat meningkatnya sentimen negatif terhadap potensi resesi di Negeri Paman Sam.
Isu perang tarif antara Amerika Serikat dan Tiongkok kembali mencuat dan memicu kekhawatiran pelaku pasar.
Di tengah ketegangan itu, Indonesia justru diuntungkan dengan pergerakan positif rupiah terhadap dolar.
Pemicu Kurs Rupiah Menguat
Analis Valuta Asing, Ibrahim Assuaibi, mengungkapkan bahwa gejolak perdagangan dan ketergantungan AS pada sejumlah bahan baku dari Tiongkok membuat situasi semakin genting.
“Pelaku pasar khawatir karena AS masih mengimpor bahan-bahan yang sulit digantikan dari Tiongkok.”
“Perang dagang AS dengan Tiongkok berpotensi menimbulkan implikasi yang mengerikan bagi importir dan eksportir AS,” ujarnya dalam ulasan ekonomi harian, Jumat (11/4/2025).
Inflasi AS yang lebih rendah dari ekspektasi pasar turut memperdalam tekanan terhadap dolar.
Selain itu, penurunan berkelanjutan dalam harga obligasi pemerintah AS menunjukkan melemahnya keyakinan investor terhadap perekonomian AS, terutama di tengah ketidakpastian arah kebijakan ekonomi Presiden Trump.
Ibrahim menambahkan, “Kondisi itu mendorong spekulasi The Fed akan memangkas suku bunga lebih cepat. Namun, The Fed mengambil sikap yang sangat berhati-hati dalam menghadapi kebijakan Trump.”
Strategi Tiongkok
Di sisi lain, strategi Tiongkok yang membiarkan yuan melemah dinilai sebagai taktik untuk mempertahankan daya saing ekspor mereka di tengah ketegangan dagang.
Langkah ini dapat memberikan keuntungan jangka pendek bagi ekonomi Tiongkok dalam menghadapi tekanan tarif dari AS.
Sementara itu, dari dalam negeri, Indonesia dinilai tengah memanfaatkan celah untuk memperkuat posisi tawar dalam arena perdagangan internasional, terutama menghadapi kebijakan resiprokal tarif dari pemerintahan Trump.
“Ini menjadi momentum bagi Indonesia dan negara lainnya untuk bernegosiasi dengan AS,” tambah Ibrahim.
Tantangan lain yang menanti datang dari kawasan ASEAN, terutama karena kebijakan proteksionisme AS terhadap produk agrikultur.
Meskipun demikian, Indonesia tetap memiliki peluang besar melalui jalur kerja sama dengan mitra dagang strategis dan percepatan perjanjian perdagangan bebas.
“Diharapakan mitra dagang dan perjanjian perdagangan bebas ini bisa membantu meningkatkan ekspor Indonesia,” jelasnya.***