JAKARTA – Kurs rupiah berhasil menembus tren penguatan di penghujung pekan ini. Berdasarkan data Bloomberg, Jumat (4/7/2025), rupiah menguat 0,06 persen atau naik 10 poin dan ditutup di posisi Rp16.185 per dolar Amerika Serikat.
Kinerja ini mencerminkan sentimen pasar yang mulai mengantisipasi arah kebijakan perdagangan dan moneter global serta domestik.
Analis pasar uang, Ibrahim Assuaibi, menjelaskan bahwa ketegangan pasar dipicu oleh rencana Amerika Serikat menerapkan tarif perdagangan baru yang bisa berdampak besar pada stabilitas global.
“Trump mengatakan akan mengirim surat berisi uraian tarif yang direncanakan paling cepat hari Jumat waktu AS,” ujar Ibrahim, Jumat (4/7/2025).
Langkah Trump ini memicu tanda tanya besar karena sebelumnya ia sempat menyampaikan akan menandatangani 90 perjanjian perdagangan dalam waktu 90 hari.
Namun hingga kini, hanya tiga yang terealisasi: dengan Inggris, Vietnam, dan satu kesepakatan kerangka kerja bersama Tiongkok.
Jika tarif tersebut mulai berlaku per 9 Juli 2025, besarannya akan berada di rentang 20–50 persen terhadap sejumlah negara dengan ekonomi utama.
Menurut Ibrahim, jika tarif diberlakukan sepenuhnya, dampaknya bisa sangat luas.
“Jika diberlakukan dengan skala penuh, kebijakan tarif ini akan mengganggu perdagangan global dan menekan perekonomian berorientasi ekspor di Asia,” tegasnya.
Sementara itu, dinamika geopolitik juga turut membentuk arah pergerakan rupiah.
Amerika Serikat baru saja mencabut kontrol ekspor chip ke Tiongkok, dan sebagai respons, Beijing meninjau ulang kebijakan lisensi ekspor terhadap produk tanah jarang.
Ketegangan teknologi ini turut menambah ketidakpastian di pasar.
Faktor domestik pun berperan besar dalam menjaga optimisme pelaku pasar terhadap rupiah.
Ibrahim menambahkan bahwa Bank Indonesia memberikan sinyal kuat akan kemungkinan penurunan suku bunga acuan.
“Hal itu seiring dengan proyeksi inflasi yang tetap rendah dan upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” ucap Ibrahim.
Bank Indonesia juga terus memperkuat intervensi di pasar valuta asing guna menstabilkan kurs rupiah.
Selain melakukan intervensi langsung di pasar spot, BI juga aktif di pasar DNDF (Domestic Non-Deliverable Forward) dan menambah likuiditas.
“BI juga terus menambah likuiditas dan membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekundera. SBN yang dibeli BI hingga 26 Juni 2025 nilainya sebesar Rp132,9 triliun rupiah,” kata Ibrahim menutup analisisnya.***