JAKARTA – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta meminta aparat kepolisian menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dalam menghadapi gelombang aksi massa yang digelar di sekitar Gedung DPR dan sejumlah titik di Jakarta pada Kamis (28/8/2025).
Direktur LBH Jakarta, Fadhil Alfathan, menegaskan bahwa demonstrasi merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin konstitusi. “Adanya aksi massa ini harus dipandang sebagai bagian dari pelaksanaan hak asasi manusia dan bentuk upaya aktif untuk ikut serta dalam berjalannya pemerintahan,” ujarnya kepada wartawan.
LBH Jakarta bersama Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) turun langsung untuk memantau jalannya aksi hari ini maupun aksi-aksi berikutnya. Fadhil juga mengkritik pernyataan sejumlah pejabat yang cenderung mendorong pendekatan keras dari aparat.
“Kami memantau banyaknya pemberitaan yang tidak benar dari pejabat publik yang meminta aparat kepolisian melakukan tindakan represif,” tegasnya.
TAUD mendesak Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) untuk mengedepankan prinsip proporsionalitas dan pendekatan preventif, sesuai dengan Peraturan Kapolri (Perkap) No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.
“Penggunaan senjata pengurai massa harus disesuaikan dengan situasi dan dilakukan sedemikian rupa untuk mengurangi risiko yang tidak diinginkan,” jelas Fadhil.
LBH Jakarta juga menuntut pertanggungjawaban bagi anggota kepolisian yang terbukti melakukan pelanggaran etik atau kekerasan terhadap peserta aksi. “Termasuk tindakan penghalang-halangan proses bantuan hukum yang jelas melanggar aturan,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Fadhil mendesak lembaga pengawas eksternal seperti Kompolnas, Komnas HAM, Komnas Perempuan, Ombudsman RI, dan KPAI untuk ikut memantau secara aktif jalannya unjuk rasa.
“Mereka harus aktif melakukan upaya preventif dan korektif sesuai mandat masing-masing lembaga serta melaporkannya secara berkala kepada publik,” pungkasnya.




