JAKARTA – Mantan Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan bahwa keaslian ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) hanya dapat ditentukan oleh hakim pengadilan, bukan penyidik polisi. Pernyataan ini muncul setelah Roy Suryo dan kawan-kawan resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyebaran informasi palsu terkait ijazah Jokowi.
Dalam podcast yang tayang di kanal YouTube @MahfudMD, Mahfud menyoroti pentingnya proses pembuktian di sidang sebelum memvonis terdakwa. Ia menekankan bahwa polisi hanya bertugas mengumpulkan bukti, sementara penilaian akhir atas keaslian dokumen berada di tangan majelis hakim.
“Kalau nanti di pengadilan lalu tiba-tiba dinyatakan Roy Suryo bersalah padahal masalah utamanya dia menuduh palsu, harus dibuktikan dulu. Dan yang membuktikan ijazah itu palsu atau tidak bukan polisi, harus hakim,” ujar Mahfud, dikutip Selasa (11/11/2025).
Mahfud memaparkan, tugas kepolisian terbatas pada penyediaan alat bukti untuk persidangan, tanpa wewenang menyimpulkan status ijazah. Di persidangan mendatang, pihak Roy Suryo diprediksi akan menantang jaksa untuk membuktikan dokumen asli terlebih dahulu.
“Di pengadilan Roy Suryo itu sendiri nanti akan mengatakan begini, Roy Suryo akan mendesak ini: ‘Buktikan dulu bahwa itu asli. Saya (Roy Suryo) menuduh itu palsu, mana aslinya?’” kata Mahfud.
Lebih lanjut, Mahfud menyebut jika keaslian ijazah terbukti, perkara bisa dilanjutkan berdasarkan Pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik, seperti yang diterapkan Polda Metro Jaya. Sebaliknya, tanpa pembuktian memadai, pengadilan berpotensi menolak dakwaan.
“Atau begini, pengadilan ini nanti akan memutuskan begini: dakwaan ini tidak dapat diterima, tuntutan ini tidak dapat diterima. Karena apa? Karena pembuktian tentang keasliannya tidak ada. Oleh sebab itu, dipersilakan dulu dibawa ke pengadilan lain untuk pembuktian,” ucapnya.
Kasus ini bermula dari laporan polisi yang diajukan terkait tuduhan ijazah palsu Jokowi dari Universitas Gadjah Mada. Penetapan tersangka terhadap Roy Suryo Cs oleh Polda Metro Jaya menuai sorotan publik, terutama soal proses hukum dan independensi pembuktian.
Pernyataan Mahfud ini memperkuat diskursus hukum nasional mengenai batas wewenang institusi penegak hukum dalam kasus sensitif berbau politik. Hingga kini, pihak Jokowi belum memberikan respons resmi atas perkembangan terbaru.




