JAKARTA – Relawan Arus Bawah Jokowi merespon sentilan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri saat Harlah PDIP ke 51. Megawati menegaskan PDIP lah yang memenangkan Jokowi bukan relawan.
“Saya serius loh, saya serius loh, silakan memilih yang benar supaya dicintai oleh rakyat, jadi jangan alasan aduh saya sampai mikir, oh iya ini kan sebetulnya dimenangkan oleh sukarelawan, emangnya sukarelawan itu datang ke KPU? Saya loh ketum yang neken siapa yang bakal calon, gitu loh, tolong inget, deh,” kata Megawati saat Peringatan Harlah PDIP ke -51.
Megawati menuturkan, jika capres dan cawapresbya diusulkan independen. Dia menilai, jika seperti itu, capres-cawapres tidak akan laku di rakyat.
“Kecuali kalau ada untuk presiden sama wapres itu independen, kan nggak laku. Alah… udah, rakyat jangan dibodohin,” tegasnya.
Menanggapai hal itu, Ketua DPP Arus Bawah Jokowi, Supriyanto, menyadari pencalonan presiden dilakukan oleh partai politik atau parpol.
“Dalam proses pencalonan presiden dan wakil presiden, memang hanya bisa dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik seperti ketentuan UUD NKRI 1945 dan UU Pemilu,” katanya.
Akan tetapi, peranan relawan untuk memenangkan Presiden Jokowi selama dua periode tidak bisa dilupakan. Peran relawan Jokowi – JK ataupun Jokowi – Maruf Amin memiliki peranan masing-masing. Dalam memenangkan Jokowi.
“Dalam proses pemenangan, tidak hanya partai politik yang memiliki peran dan kontribusi dalam mencari suara untuk mencapai 50 persen plus satu suara. Karena itu, kemenangan Jokowi-Jusuf Kalla pada Pilpres 2014 dan Jokowi-Ma’ruf Amin 2019, peran relawan tidak dapat diabaikan begitu saja karena suara PDIP hanya 18 persen (2014)-20 persen (2019). Artinya, perlu tambahan suara dari partai lain dan relawan,” terangnya.
Terbukti, relawan Jokowi berhasil mengambil suara nonpartisan yang selama ini apatis dan golput. “Relawan tidak pernah merasa lebih hebat dari partai politik, apalagi partai besar dan mapan seperti PDIP, yang memiliki jaringan luas dan struktur partai yang sampai tingkat basis,” ucapnya
“Tapi kita juga mesti melihat realitas politik, tidak ada mayoritas tunggal di republik ini. Ketika masih ada Bung Karno saja, perolehan PNI pada pemilu 1955 sebanyak 22 persen dan pencapaian terbesar PDIP di Pemilu 1999 adalah 32 persen, maka Indonesia yang luas dan multikultur ini tidak bisa didominasi satu kelompok politik saja, tetapi harus gotong royong dalam kerangka persatuan nasional untuk bersama mencapai Indonesia maju,” tutupnya.