JAKARTA – Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan bahwa merusak lingkungan sama artinya dengan mengkhianati pesan ilahi yang diemban manusia sebagai khalifah di muka bumi. Pernyataan ini disampaikan sebagai dorongan untuk mengembangkan teologi ekologis atau ekoteologi sebagai landasan spiritual umat beragama dalam menjaga alam.
Dalam dialog kerukunan lintas umat beragama yang berlangsung di Gedung Kementerian Agama, Jakarta Pusat, Sabtu (6/12/2025), Nasaruddin menekankan bahwa kerukunan sejati tidak hanya bersifat horizontal antarmanusia, tetapi juga vertikal dengan seluruh ciptaan Tuhan.
“Maka kerukunan sejati tidak hanya horizontal, tetapi juga vertikal dengan semesta ciptaan Tuhan. Inilah panggilan zaman untuk membangun kembali relasi spiritual dengan alam,” ujarnya.
Menurutnya, bumi bukan sekadar tempat tinggal sementara, melainkan amanah ilahi yang wajib dijaga. Ia mengajak semua umat untuk terus mengembangkan kesadaran ekoteologi.
“Melukai bumi, merusak air dan udara, mencemari hutan, sejatinya adalah bentuk pengkhianatan terhadap pesan langit yang dipercayakan kepada manusia sebagai khalifah,” tegasnya.
Lebih lanjut, Menag menyampaikan bahwa alam semesta tidak menuntut pemujaan, tetapi perlindungan dan keseimbangan.
“Langit tidak meminta dipuja, tetapi dijaga. Gunung tidak memerlukan sembah, tetapi butuh penghindaran dari kerusakan. Kerukunan dengan alam adalah kerukunan tertinggi karena ia merupakan refleksi dari keseimbangan batin yang tercerahkan,” pungkas Nasaruddin.
Pernyataan ini kembali mengingatkan masyarakat bahwa isu perubahan iklim dan kerusakan lingkungan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau aktivis, tetapi juga kewajiban spiritual setiap individu beragama.