MOSKOW, RUSIA – Ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat (AS) dan Rusia kembali memuncak setelah Presiden AS Donald Trump memerintahkan pengerahan dua kapal selam nuklir ke wilayah dekat perbatasan Rusia.
Alih-alih terintimidasi, Moskow memberikan respons tegas yang memperlihatkan kepercayaan diri mereka dalam menghadapi langkah militer AS.
Pada Jumat (1/8/2025), Trump mengumumkan keputusannya melalui platform Truth Social, menyatakan bahwa pengerahan kapal selam tersebut sebagai respons terhadap pernyataan provokatif dari Dmitry Medvedev, mantan Presiden Rusia yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia.
“Berdasarkan pernyataan yang sangat provokatif dari Mantan Presiden Rusia, Dmitry Medvedev, yang sekarang menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Keamanan Federasi Rusia, saya telah memerintahkan dua Kapal Selam Nuklir untuk ditempatkan di wilayah yang tepat, untuk berjaga-jaga jika pernyataan bodoh dan provokatif ini lebih dari sekadar itu,” tulis Trump.
Namun, Rusia menanggapi langkah ini dengan nada menantang. Viktor Vodolatsky, Wakil Ketua Pertama Komite Duma Negara untuk Urusan CIS, Integrasi Eurasia, dan Hubungan dengan Rekan Senegara, menegaskan bahwa Moskow tidak terpengaruh oleh manuver AS.
“Biarkan dua kapal berlayar, mereka sudah lama berada di bawah todongan senjata,” kata Vodolatsky.
Ia juga menambahkan bahwa Rusia memiliki jumlah kapal selam nuklir yang lebih banyak di lautan dunia dibandingkan AS, menunjukkan superioritas militer Moskow.
Latar Belakang Eskalasi
Konflik verbal antara Trump dan Medvedev menjadi pemicu utama ketegangan ini. Medvedev, yang dikenal sebagai tokoh garis keras anti-Barat, mengkritik ultimatum Trump yang menuntut Rusia menghentikan perang di Ukraina dalam waktu 10-12 hari atau menghadapi sanksi baru. Dalam unggahan di media sosial X, Medvedev menyebut Trump “bermain-main dengan api” dan memperingatkan bahwa Rusia bukan negara yang bisa diintimidasi.
“Trump sedang memainkan permainan ultimatum dengan Rusia. Dia harus ingat dua hal: 1. Rusia bukanlah Israel atau bahkan Iran. 2. Setiap ultimatum baru adalah ancaman dan langkah menuju perang,” tulis Medvedev.
Selain itu, Medvedev juga merujuk pada sistem senjata nuklir era Soviet bernama “Dead Hand” atau “Tangan Mati,” yang mampu meluncurkan serangan nuklir otomatis dalam skenario kehancuran kepemimpinan Rusia. Pernyataan ini mempertegas ancaman Rusia terhadap AS, meningkatkan ketegangan di tengah perang Ukraina yang masih berlangsung.
Dampak Geopolitik dan Reaksi Global
Langkah Trump memicu spekulasi tentang potensi eskalasi konflik global. Meski tidak dijelaskan apakah kapal selam tersebut bertenaga nuklir atau bersenjata nuklir, pengerahan ini dianggap sebagai sinyal kuat dari AS untuk menekan Rusia. Namun, Pentagon belum memberikan konfirmasi resmi terkait perintah Trump, menimbulkan pertanyaan tentang koordinasi militer di balik keputusan tersebut.
Sementara itu, Rusia terus menunjukkan sikap agresif dengan menggelar latihan senjata nuklir taktis di dekat perbatasan NATO, termasuk Polandia dan negara-negara Baltik. Hal ini memperburuk hubungan dengan Barat, yang telah berulang kali memperingatkan Moskow atas ancaman nuklirnya.
Dengan tenggat waktu yang ditetapkan Trump untuk Rusia segera berakhir, dunia menahan napas menanti langkah berikutnya dari kedua kekuatan global ini. Apakah pengerahan kapal selam nuklir AS akan memaksa Rusia ke meja perundingan, atau justru memicu respons militer yang lebih keras dari Moskow? Situasi ini menggarisbawahi betapa rapuhnya keseimbangan geopolitik saat ini, dengan potensi konsekuensi yang dapat mengguncang stabilitas dunia.




