JAKARTA – Dunia pendidikan kedokteran kembali tercoreng dengan munculnya kasus dugaan pelanggaran etika dan hukum yang dilakukan oleh salah satu peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Indonesia.
Pria berinisial MAES (36) kini berstatus tersangka setelah melakukan aksi perekaman tak senonoh terhadap mahasiswi praktik kerja lapangan (PKL) berinisial SSS (22) lewat ventilasi kamar mandi di sebuah rumah kos kawasan Percetakan Negara VI, Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Peristiwa terjadi pada Selasa (15/4/2025) pukul 18.12 WIB, saat korban sedang mandi dan mencurigai adanya pergerakan mencurigakan di bagian atas kamar mandinya.
Menyadari sedang direkam, korban segera meminta bantuan teman-temannya untuk mengonfirmasi kecurigaannya.
Upaya cepat dari korban dan rekan-rekannya berhasil menggagalkan pelaku kabur, dan MAES langsung diamankan ke Polres Metro Jakarta Pusat berikut barang bukti berupa rekaman berdurasi 8 detik dari ponsel pelaku.
“Korban merasa curiga dan sadar ada perekaman saat sedang mandi. Saat itu juga korban langsung melapor kepada teman-temannya dan berhasil mengamankan pelaku serta menyerahkannya ke Polres Jakarta Pusat bersama dengan barang bukti,” ungkap AKBP Muhammad Firdaus, Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, Senin (21/4/2025).
Kronologi Aksi Voyeurisme
Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa MAES tidak hanya berupaya merekam secara diam-diam, namun juga menyusun skenario dengan cara memanjat plafon kamar kos dan memanfaatkan lubang ventilasi sebagai celah pengintipan.
Aksi ini dilakukan tanpa sepengetahuan korban, dan rekaman yang diambil menggunakan ponsel pribadi milik pelaku.
Meski pelaku mengklaim tidak berniat menyebarluaskan konten tersebut, motif “iseng” yang diungkap kepada penyidik tidak cukup untuk meringankan ancaman hukuman berat yang menantinya.
Polisi menyatakan rekaman itu dibuat hanya untuk konsumsi pribadi, namun tetap melanggar hukum dan norma sosial.
“Motif pelaku karena iseng. Dia mengaku baru kali ini melakukan perbuatannya, dan video tersebut untuk konsumsi pribadi, tidak ada niat untuk menyebarluaskannya,” tutur AKBP Muhammad Firdaus.
Hukuman Berat
Tindakan yang dilakukan MAES kini berbuntut panjang. Ia dijerat dengan Pasal 4 Jo. Pasal 29 dan Pasal 9 Jo. Pasal 35 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun.
Penegakan hukum ini menjadi preseden penting dalam menindak tegas pelaku kekerasan digital, khususnya di lingkungan pendidikan.
Sementara itu, publik mendesak agar pihak kampus juga memberi sanksi tegas secara akademik terhadap pelaku.
Selain proses hukum, reputasi Universitas Indonesia sebagai institusi pendidikan kedokteran pun ikut tercoreng akibat tindakan individu yang tidak bertanggung jawab.***