VATIKAN – Paus Leo, paus pertama dari Amerika Serikat, mengeluarkan seruan mendesak agar dunia membantu para imigran dalam dokumen besar pertamanya, sebuah eksortasi apostolik berjudul Dilexi te (Aku Telah Mencintaimu), yang dirilis pada Kamis (9/10/2025). Dalam dokumen setebal 104 halaman ini, ia menggemakan kritik keras mendiang Paus Fransiskus terhadap kebijakan anti-imigrasi Presiden AS Donald Trump, khususnya rencana pembangunan tembok di perbatasan AS-Meksiko.
Dokumen ini, yang awalnya merupakan proyek tulis Paus Fransiskus sebelum wafatnya pada April lalu setelah 12 tahun memimpin Gereja Katolik dengan 1,4 miliar umat, diselesaikan oleh Paus Leo. “Saya senang menjadikan dokumen ini sebagai milik saya – dengan menambahkan beberapa refleksi – dan menerbitkannya di awal kepausan saya,” tulis Paus Leo di bagian pembuka, dilansir dari Reuters, Jumat (10/10/2025).
Mengutip nada kritis pendahulunya, Paus Leo menegaskan bahwa Gereja harus menjadi “ibu” yang mendampingi mereka yang terpinggirkan, termasuk imigran. “Di mana dunia melihat ancaman, Gereja melihat anak-anak; di mana tembok dibangun, Gereja membangun jembatan,” tulisnya, merujuk pada pernyataan Fransiskus pada 2016 yang menyebut rencana tembok perbatasan Trump sebagai “tidak Kristiani.” Pernyataan ini memicu reaksi keras dari beberapa kalangan Katolik konservatif, yang menilai pendekatan Leo semakin vokal dalam beberapa pekan terakhir.
Kritik terhadap Ketimpangan Ekonomi
Selain isu imigrasi, dokumen ini menyoroti kebutuhan mendesak untuk mereformasi sistem pasar global yang dinilai memperlebar ketimpangan. Paus Leo mengecam ilusi bahwa kemakmuran otomatis akan “menetes” ke kaum miskin, menyebutnya sebagai janji kosong yang lenyap saat krisis global melanda. “Jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan seharusnya terus-menerus membebani hati nurani kita,” tegas dokumen tersebut.
Ia juga memperingatkan bahwa obsesi terhadap akumulasi kekayaan dan kesuksesan sosial dengan mengorbankan orang lain dapat mendorong dunia ke dalam “lumpur moral” yang merendahkan martabat manusia. “Kita harus memulihkan martabat moral dan spiritual kita, atau kita akan tenggelam dalam lumpur,” tulis Paus Leo dengan nada tegas.
Warisan Fransiskus, Suara Leo
Kardinal Michael Czerny, penasihat senior bagi Fransiskus dan Leo, menegaskan bahwa meskipun dokumen ini dimulai oleh Fransiskus, isinya mencerminkan posisi Paus Leo. “Ini adalah dokumen Paus Leo,” ujar Czerny dalam konferensi pers di Vatikan.
Berbeda dengan gaya Fransiskus yang terbuka dan sering kali blak-blakan, Leo dikenal lebih pendiam dan terukur. Namun, dokumen ini menunjukkan bahwa ia mewarisi semangat pendahulunya dalam memperjuangkan kaum miskin dan terpinggirkan, sembari mengecam sistem ekonomi yang tidak berpihak pada yang lemah.
Relevansi Global
Seruan Paus Leo datang di tengah meningkatnya ketegangan global terkait imigrasi dan ketimpangan ekonomi. Dengan nada penuh empati namun tegas, dokumen ini menyerukan perubahan sistemik untuk memastikan martabat setiap individu dihormati, sekaligus mengingatkan bahwa menutup pintu bagi imigran sama dengan menolak Kristus sendiri.
Dokumen *Dilexi te* bukan sekadar pernyataan teologis, tetapi juga panggilan moral yang relevan bagi dunia yang sedang bergulat dengan krisis kemanusiaan dan ekonomi. Paus Leo, dengan dokumen perdananya, tampaknya siap meninggalkan jejaknya sebagai pemimpin yang berani bersuara demi keadilan dan kasih sayang.




