JAKARTA – Pemerintah Gaza menuduh tentara Israel melakukan 194 kali pelanggaran terhadap kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza sejak perjanjian tersebut mulai berlaku pada 10 Oktober 2025. Data itu disampaikan oleh Kantor Media Pemerintah Gaza, Minggu (2/11/2025).
Direktur Kantor Media Pemerintah Gaza, Ismail Al Thawabteh, menyebut pelanggaran yang dilakukan pasukan Israel mencakup serangan di luar wilayah garis kuning, pemblokiran pasokan medis dan tenda, serangan terhadap kendaraan sipil, serta penembakan terhadap warga Palestina.
“Sejauh ini, pasukan penjajah telah melakukan 194 pelanggaran terhadap warga Palestina sejak perjanjian berlaku. Perjanjian yang kami harapkan akan membawa kelegaan,” kata Thawabteh, seperti dikutip dari Anadolu, Senin (3/11/2025).
Thawabteh menjelaskan, garis kuning merupakan batas non-fisik yang ditetapkan dalam kesepakatan gencatan senjata, memisahkan wilayah Gaza bagian selatan (Kota Gaza) dan utara (Khan Younis). Namun, pasukan Israel disebut berulang kali melintasi garis tersebut menggunakan kendaraan militer, melancarkan serangan udara, dan melakukan pembongkaran di wilayah sipil. Ia juga memperingatkan warga agar tidak mendekati garis kuning lantaran berisiko menjadi sasaran tembak tanpa peringatan.
Selain itu, Israel disebut belum mengizinkan masuknya konvoi bantuan kemanusiaan secara penuh maupun membuka kembali perbatasan Rafah dengan Mesir untuk mengevakuasi pasien gawat darurat. Sejak Mei 2024, Israel diketahui mengambil alih kendali penuh atas Rafah setelah menghancurkan sejumlah bangunan dan melarang warga Palestina melintas.
Thawabteh menuding Israel memperburuk krisis kemanusiaan dengan menahan lebih dari 6.000 truk bantuan di wilayah Rafah, sementara hingga akhir Oktober hanya 3.203 dari 13.200 truk yang seharusnya masuk ke Gaza sesuai perjanjian.
Dalam protokol gencatan senjata, disepakati pula masuknya alat berat untuk mengevakuasi jenazah, serta lebih dari 300.000 tenda dan rumah mobil bagi pengungsi. Namun, Thawabteh menyebut Israel belum melaksanakan ketentuan tersebut, sehingga sekitar 288.000 keluarga Palestina terpaksa bertahan di jalanan dan area publik.
“Hal ini belum dilaksanakan, kecuali untuk masuknya peralatan terbatas yang digunakan untuk mencari jenazah sandera Israel,” ujarnya.
Kantor Media Gaza memperkirakan sekitar 9.500 warga Palestina masih hilang, baik di bawah reruntuhan maupun belum ditemukan. Data pemerintah setempat juga mencatat sekitar 90 persen infrastruktur sipil di Gaza telah hancur, dengan kerugian awal mencapai 70 miliar dolar AS akibat agresi Israel.





