SOLO — Pendiri sekaligus Ketua Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Jeffrie Geovanni, secara terbuka mengungkap bahwa partainya nyaris tak memiliki harapan jika bukan karena dukungan langsung dari Presiden RI (ke-7) Joko Widodo dan keluarganya.
Dalam Kongres PSI yang digelar di Solo dan disiarkan melalui kanal YouTube resmi PSI pada Sabtu (19/7/2025), Jeffrie menuturkan bahwa elektabilitas PSI berada dalam titik nadir menjelang Pemilu 2024.
Berdasarkan hasil survei saat itu, tingkat dukungan terhadap PSI tak pernah menembus angka 0,5 persen—sebuah tanda nyata bahwa kepercayaan publik terhadap partai hampir nihil.
“Tanpa intervensi Presiden (ke-7) Jokowi atau keluarganya, PSI tidak akan bertahan dalam kontestasi politik,” ujar Jeffrie.
Ia mengaku sempat menyampaikan kepada jajaran elit PSI seperti Grace Natalie, Raja Juli Antoni, Andi Saiful Haq, dan Endang Tirtana bahwa jika upaya mendekati Presiden atau keluarganya gagal, maka “pemakaman” PSI tak terhindarkan.
Jeffrie menyatakan ancaman itu bukan sekadar retorika, melainkan cerminan kegentingan situasi saat itu. Ia menyebut hanya “efek Jokowi” yang memiliki daya dorong politik cukup besar untuk mengangkat elektabilitas PSI.
Karena itu, strategi mendekati lingkaran dalam Jokowi menjadi langkah mendesak yang diambil elite partai.
Langkah tersebut pun membuahkan hasil. Grace Natalie dan tim mulai membangun komunikasi dengan keluarga Jokowi.
Salah satunya melalui pendekatan Raja Juli Antoni kepada Kaesang Pangarep, putra bungsu Jokowi, yang kala itu belum menunjukkan minat terhadap PSI.
“Raja Juli Antoni saat itu kalau update ke saya hampir setengah menangis. ‘Enggak bisa dihubungi bang, sudah di WA sudah dibaca tapi enggak dibalas-balas’,” kata Jeffrie, menirukan keluhan koleganya.
Namun situasi berbalik. Kaesang akhirnya menerima ajakan tersebut dan bergabung ke PSI, bahkan kini menjabat sebagai Ketua Umum partai.
PSI pun mampu menempatkan kadernya dalam susunan kabinet pemerintahan Prabowo Subianto, sebuah pencapaian besar mengingat titik awal yang hampir tanpa harapan.
Langkah politik yang semula dianggap mustahil, terbukti berhasil menyelamatkan eksistensi PSI di panggung nasional.
Perjalanan ini, menurut Jeffrie, menjadi pelajaran tentang pentingnya strategi, waktu, dan tentu saja, faktor pengaruh tokoh besar seperti Jokowi dalam peta politik Indonesia.***