JAKARTA – Tanggal 21 Juli menjadi momen bersejarah yang kelam bagi Indonesia. Pada hari ini di tahun 1947, Belanda melancarkan Agresi Militer I, sebuah operasi militer besar-besaran untuk menguasai kembali wilayah Indonesia yang telah memproklamasikan kemerdekaan.
Ratusan ribu tentara Belanda dikerahkan dalam invasi ini, menargetkan pusat-pusat strategis Republik Indonesia, termasuk Jawa dan Sumatera.
Agresi Militer I, yang dikenal sebagai “Operasi Produk,” dimulai ketika Belanda secara sepihak menyatakan bahwa Persetujuan Linggarjati yang ditandatangani pada 25 Maret 1947 sudah tidak berlaku lagi.
“Persetujuan itu dianggap tidak relevan oleh Belanda karena mereka ingin mengembalikan kekuasaan kolonial di Indonesia,” tulis sejarawan Anthony Reid dalam bukunya The Indonesian National Revolution 1945-1950.
Langkah ini memicu serangan besar-besaran yang mengguncang stabilitas Republik Indonesia yang baru lahir.
Serangan Besar-Besaran dan Dampaknya
Dengan dukungan persenjataan modern, termasuk tank, pesawat tempur, dan kapal perang, Belanda menyerbu wilayah-wilayah kunci seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan. Tujuannya adalah menguasai pelabuhan, perkebunan, dan sumber daya ekonomi vital untuk melemahkan perekonomian Indonesia.
Meski demikian, semangat juang rakyat Indonesia tidak padam. Tentara Republik Indonesia (TRI) bersama rakyat sipil melakukan perlawanan sengit melalui taktik gerilya.
“Agresi ini bukan hanya serangan militer, tetapi juga upaya Belanda untuk mematahkan semangat kemerdekaan kita,” ujar veteran perang kemerdekaan, Mohammad Hatta, dalam wawancara arsip tahun 1970.
Perlawanan heroik rakyat Indonesia berhasil memperlambat laju pasukan Belanda, meski dengan korban jiwa dan kerugian material yang besar.
Reaksi Dunia dan Diplomasi Indonesia
Agresi Militer I menuai kecaman keras dari komunitas internasional. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turun tangan dan mendesak gencatan senjata. Indonesia, di bawah kepemimpinan Soekarno dan Mohammad Hatta, memanfaatkan jalur diplomasi untuk menggalang dukungan dunia.
“Kami tidak hanya berjuang di medan perang, tetapi juga di meja perundingan untuk membuktikan bahwa Indonesia berhak atas kemerdekaannya,” kata Sutan Sjahrir, Perdana Menteri Indonesia saat itu, dalam pidatonya di Sidang PBB.
Tekanan internasional akhirnya memaksa Belanda menghentikan operasi militer pada 4 Agustus 1947, meskipun konflik sporadis masih berlanjut.
Peristiwa ini menjadi titik balik penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, memperkuat posisi Indonesia di panggung dunia.
Makna Historis 21 Juli
Peringatan Agresi Militer I setiap 21 Juli menjadi pengingat akan pengorbanan para pejuang kemerdekaan. Peristiwa ini tidak hanya menunjukkan kekejaman kolonialisme, tetapi juga ketangguhan rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan.
“Hari ini kita mengenang bagaimana rakyat bersatu melawan penjajah, sebuah semangat yang harus terus diwariskan,” ujar sejarawan Universitas Indonesia, Dr. Anhar Gonggong.
Agresi Militer I juga menjadi pelajaran penting tentang pentingnya diplomasi dan persatuan dalam menghadapi ancaman.
Hingga kini, peristiwa ini tetap relevan sebagai simbol perjuangan melawan penindasan dan tekad untuk menjaga kedaulatan bangsa.