PT Pertamina (Persero) semakin memperkuat bisnis rendah karbon untuk mendukung target transisi energi pemerintah Indonesia. Langkah ini mencerminkan komitmen perusahaan dalam mengedepankan inovasi dan teknologi demi mengurangi emisi dalam operasional bisnisnya.
Utusan Khusus Indonesia untuk COP29, Hashim Djojohadikusumo, menegaskan dukungan penuh pemerintah kepada BUMN dalam mencapai target transisi energi. Hashim menyoroti pentingnya kolaborasi global dalam mengatasi perubahan iklim. “Kita hadir di sini dengan satu tujuan, yakni menyelamatkan planet ini bagi generasi mendatang. Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, Indonesia berkomitmen mempercepat transisi energi nasional untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan,” ujarnya.
CEO Pertamina New and Renewable Energy (PNRE), John Anis, dalam CEO Climate Talks di COP29, menyampaikan komitmen Pertamina dalam dekarbonisasi dan percepatan target Net Zero Emission (NZE) 2060. “Pertamina diberi mandat besar sebagai penggerak bisnis rendah karbon dan dekarbonisasi di Indonesia. Ini bukan tugas mudah, namun kami telah memulai langkah konkret dengan investasi di sektor rendah emisi serta memperkuat bisnis yang ada agar lebih ramah lingkungan,” ujar John Anis.
Hingga kini, Pertamina telah berhasil mengurangi emisi hingga 8,5 juta ton CO2 dari emisi Scope 1 & 2 sejak 2010 dan berencana meningkatkan capaian ini melalui kolaborasi dan inovasi teknologi. Pengembangan biofuel, energi geotermal, serta teknologi rendah karbon seperti CCS dan CCUS telah menjadi kunci dari pencapaian ini.
John Anis juga menggarisbawahi pengembangan portofolio energi terbarukan seperti bioetanol, baterai untuk kendaraan listrik, dan ekosistem pengisian daya untuk motor listrik. “Potensi geothermal kami besar, dengan kapasitas terpasang 672 MW saat ini, yang ditargetkan meningkat menjadi 1,4 GW pada 2029. Energi geothermal akan menjadi salah satu pilar utama dalam transisi energi,” tambahnya.
Di sektor hidrogen, Pertamina terus berupaya menekan biaya produksi melalui inovasi, termasuk optimalisasi listrik dalam proses elektrolisis yang diharapkan dapat mengurangi biaya hingga 30%. “Kami berharap teknologi ini bisa terwujud tahun depan dan memungkinkan produksi hidrogen hijau yang lebih terjangkau,” jelas John Anis.
John juga menekankan pentingnya dukungan akses pembiayaan inklusif dan kolaborasi multi-pihak untuk mewujudkan transisi energi. “Kolaborasi adalah kunci. Dukungan dari pemerintah, termasuk insentif, sangat penting untuk mendorong investasi di sektor energi terbarukan dan rendah karbon,” tutupnya.
Sebagai pemimpin dalam transisi energi, Pertamina terus berkomitmen mendukung target Net Zero Emission 2060 melalui program yang berdampak nyata pada pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) dan penerapan prinsip Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnisnya.