PLN Pacu Transisi Energi, Dorong Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 8%
PT PLN (Persero) menunjukkan komitmen kuat dalam mendukung transisi energi sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia, dengan target pertumbuhan mencapai 8%. Upaya ini sejalan dengan visi Asta Cita dari Presiden Prabowo Subianto yang berfokus pada kemandirian energi berkelanjutan.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menegaskan bahwa ketahanan energi adalah bagian penting dari visi Presiden Prabowo. “Presiden ingin memastikan kemandirian nasional yang mendorong ekonomi hijau dan biru, serta mendukung pertumbuhan ekonomi hingga 8%,” kata Eniya dalam panel COP 29, Selasa (12/11).
Eniya menjelaskan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam energi baru terbarukan (EBT), mencapai 13,8 terawatt (TW). “Pemerintah sedang menyiapkan kebijakan dan inovasi baru untuk 10 tahun ke depan, termasuk peluncuran Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) bersama PLN,” tambahnya.
Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PLN, Evy Haryadi, menyatakan bahwa PLN berkomitmen untuk mendukung visi pemerintah dengan memaksimalkan penggunaan EBT sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi. “Pertumbuhan ekonomi 8% memerlukan infrastruktur energi yang stabil dan berkelanjutan. Tanpa listrik yang andal, target ini sulit tercapai,” ujarnya.
PLN merencanakan pengembangan kapasitas energi terbarukan hingga 75 Gigawatt (GW) pada 2040 dan membangun *Green Enabling Transmission Line* sepanjang 70 ribu kilometer sirkuit untuk mendistribusikan listrik hijau dari daerah terpencil ke pusat permintaan. Selain itu, teknologi *Smart Grid* juga disiapkan untuk mengakomodasi pasokan listrik EBT yang bersifat intermittent, seperti PLTS dan PLTB.
Evy menekankan bahwa pembangunan infrastruktur ini akan memberikan efek domino yang signifikan bagi perekonomian, menciptakan lapangan kerja baru, serta mendukung industri terkait seperti produsen PLTS dan baterai. “Transfer teknologi dan inovasi akan meningkatkan kapasitas industri lokal,” jelas Evy.
Ia juga menyoroti potensi besar EBT di wilayah Indonesia timur, seperti di Sorong, Timika, dan Raja Ampat, yang membutuhkan energi memadai untuk pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). “Pembangkit energi baru dengan kapasitas satu gigawatt di Papua diperkirakan dapat meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) hingga 240%,” tambah Evy.
Inisiatif ini diharapkan mempercepat transisi energi nasional dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.