JAMBI – Insiden kontroversial terjadi di Markas Polda Jambi pada Jumat (12/9/2025) kemarin, ketika petugas kepolisian menghalangi wartawan untuk melakukan wawancara terkait reformasi kepolisian dengan anggota Komisi III DPR RI.
Kejadian ini menimbulkan kekhawatiran tentang transparansi dan kebebasan pers, terutama dalam membahas isu krusial seperti reformasi Polri yang sedang hangat diperbincangkan.
Pertemuan antara Komisi III DPR RI dan jajaran Polda Jambi digelar di Gedung Siginjai, Polda Jambi, sejak pagi hari.
Delegasi Komisi III, yang dipimpin Wakil Ketua Sari Yuliati, hadir untuk membahas berbagai agenda, termasuk reformasi internal kepolisian.
Anggota komisi yang terlibat meliputi Sudin, Pulung Agustanto, H Benny Utama, Rizki Faisal, Martin Daniel Tumbeleka, Lola Nelria Oktavia, Hinca IP Pandjaitan XIII, Rudianto Lallo, serta H Hasbiallah Ilyas.
Wartawan dari beberapa media, termasuk Kompas.com, Detik.com, dan Jambi TV, sudah berada di lokasi sejak pukul 10.00 WIB untuk meliput acara tersebut.
Mereka telah mempersiapkan pertanyaan mendalam seputar reformasi Polri, yang menjadi sorotan nasional belakangan ini. Awalnya, Bagian Humas Polda Jambi menjanjikan sesi doorstop interview pasca-pertemuan.
Namun, janji itu dibatalkan secara mendadak sekitar pukul 13.10 WIB, tanpa penjelasan yang memadai.
Kepala Bidang Humas Polda Jambi, Kombes Pol Mulia Prianto, serta anggota Bidhumas dan Provos Polda Jambi, diketahui terlibat dalam pengawasan acara. Saat anggota Komisi III mulai meninggalkan gedung sekitar pukul 16.00 WIB, para wartawan berupaya mendekati untuk mewawancarai mereka. Sayangnya, upaya itu langsung dihalangi.
Petugas Polda mendorong dan memblokir akses wartawan, bahkan memaksa mereka mundur dari area keluar utama.
Kapolda Jambi, Irjen Pol Krisno H Siregar, yang turut hadir dalam pertemuan, hanya tersenyum tanpa memberikan tanggapan saat didekati.
Ia dan rombongan menggunakan pintu samping serta belakang untuk menghindari interaksi dengan pers. Akibatnya, tidak ada wawancara yang berhasil dilakukan, meskipun wartawan telah menunggu selama enam jam penuh.
Paurpenum Bidhumas Polda Jambi, Ipda Maulana, menjelaskan alasan pembatasan tersebut dengan menyatakan, “Nanti ada dari humas rilisnya.” Pernyataan ini menunjukkan bahwa Polda lebih memilih mengandalkan rilis resmi daripada interaksi langsung.
Salah seorang wartawan pun menyampaikan keberatan, “Beda, Bang, kita kan ada persiapkan pertanyaan wawancara, bukan ikut berita humas saja.”
Insiden ini menyoroti tantangan dalam peliputan isu reformasi Polri, yang mencakup upaya peningkatan profesionalisme, akuntabilitas, dan penanganan kasus-kasus sensitif di tingkat daerah.
Reformasi kepolisian sendiri telah menjadi agenda prioritas Komisi III DPR RI sejak beberapa tahun terakhir, dengan fokus pada pemberantasan korupsi internal dan peningkatan hak asasi manusia.
Kejadian di Polda Jambi ini berpotensi memicu diskusi lebih luas tentang etika peliputan dan hak akses media di institusi pemerintahan.
Hingga kini, belum ada pernyataan resmi lanjutan dari Polda Jambi atau Komisi III DPR RI terkait insiden tersebut.
Para wartawan yang terlibat berharap kejadian serupa tidak terulang, demi menjaga prinsip transparansi dalam proses reformasi Polri.
Masyarakat Jambi dan nasional pun patut mengawasi perkembangan ini, mengingat reformasi kepolisian berdampak langsung pada penegakan hukum sehari-hari.




