JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan skema baru dalam tahapan Pemilu nasional dan daerah.
Melalui putusan yang diumumkan Kamis (26/6), MK menyatakan bahwa pemungutan suara untuk anggota DPR, DPD, serta pasangan Presiden dan Wakil Presiden tetap akan dilaksanakan serentak.
Namun, pemilihan anggota DPRD provinsi, kabupaten/kota kini diputuskan untuk digabung dengan Pilkada dan dijadwalkan dua tahun setelah presiden dilantik.
Perubahan ini akan memisahkan siklus pemilu nasional dengan pemilu daerah.
Sebelumnya, DPRD selalu dipilih bersamaan dengan DPR, DPD, dan Pilpres, sementara Pilkada digelar secara terpisah. Kini, DPRD masuk ke dalam kelompok Pilkada yang meliputi Pilgub, Pilbup, dan Pilwalkot.
Artinya, para pemilih akan mendatangi TPS dua kali dalam satu periode lima tahun—pertama untuk pemilu nasional, dan dua tahun kemudian untuk pemilu daerah.
“Amar putusan mengabulkan pokok permohonan untuk sebagian,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan sidang perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Yayasan Perludem.
Gugatan itu diajukan oleh Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) melalui dua pengurusnya: Khoirunnisa Nur Agustyati dan Irmalidarti.
Mereka mempermasalahkan beberapa pasal dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 dan UU Nomor 8 Tahun 2015 yang dinilai tidak sesuai dengan semangat konstitusi UUD 1945.
MK menyatakan sejumlah pasal dalam undang-undang Pemilu dan Pilkada tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, kecuali dimaknai ulang sesuai dengan prinsip jeda waktu pelaksanaan.
Di antaranya adalah Pasal 167 ayat 3 dan Pasal 347 ayat 1 UU Pemilu, serta Pasal 3 ayat 1 UU tentang Pilkada.
Semua pasal itu kini diinterpretasikan bahwa pemilu legislatif nasional dan pemilu daerah wajib diselenggarakan terpisah dalam rentang waktu dua hingga dua setengah tahun setelah pelantikan nasional.
“Menyatakan Pasal 347 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai ‘pemungutan suara dinyatakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden atau Wapres, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan sejak pelantikan anggota DPR, anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wapres diselenggarakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, wali kota/wakil wali kota’,” jelas Suhartoyo.
Keputusan MK ini berpotensi merombak desain kelembagaan pemilu di masa mendatang, sekaligus menjawab berbagai kritik tentang beban administratif, logistik, dan kerumitan penyelenggaraan pemilu serentak yang sebelumnya terlalu padat dalam satu waktu.
Lebih lanjut, MK juga menegaskan bahwa semua pemilu, baik legislatif maupun kepala daerah, harus dilangsungkan pada hari libur nasional atau hari yang diliburkan secara resmi. Ini merupakan langkah untuk menjamin partisipasi publik yang maksimal dalam proses demokrasi.
Dengan adanya keputusan ini, Pemilu legislatif untuk DPRD dan Pilkada ke depan tidak lagi menjadi bagian dari pesta demokrasi lima tahunan nasional, melainkan akan memiliki waktu tersendiri, yang memungkinkan perhatian publik dan penyelenggara lebih terfokus.***