MOSKOW, RUSIA – Presiden Rusia Vladimir Putin melancarkan serangan balik verbal terhadap Presiden AS Donald Trump, menegaskan bahwa sanksi ekonomi terbaru Amerika Serikat takkan pernah mampu meruntuhkan fondasi ekonomi Rusia. Pernyataan tegas ini disampaikan Putin di Moskow pada Kamis, di tengah eskalasi ketegangan geopolitik akibat perang Ukraina yang kian memanas.
Dalam pidatonya, Putin menyoroti sanksi AS yang menargetkan dua raksasa minyak Rusia, Rosneft dan Lukoil—perusahaan yang menyumbang lebih dari 10 persen pasokan minyak dunia. Langkah Washington ini disebut sebagai respons atas dugaan ketidakpatuhan Moskow dalam upaya penyelesaian konflik Ukraina. Namun, bagi Kremlin, tekanan tersebut justru menjadi bukti ketahanan bangsa Rusia yang telah teruji berbagai krisis.
“Sanksi tersebut tidak akan mempengaruhi kesejahteraan ekonomi Rusia secara signifikan,” tegas Putin, menambahkan bahwa “tekanan asing tidak akan mampu menundukkan Rusia yang sudah terbiasa menghadapi masa-masa sulit.”
Lebih lanjut, ia memperingatkan bahwa “Barat tidak akan berhasil melemahkan stabilitas ekonomi negaranya,” sambil menekankan, “kebijakan semacam ini justru dapat memicu gejolak besar di pasar energi dunia.”
Peringatan Putin bukan isapan jempol belaka. Sanksi terhadap Rosneft dan Lukoil berpotensi mengganggu rantai pasok global, yang bisa mendorong lonjakan harga minyak mentah dan memicu inflasi di berbagai negara.
Analis pasar energi memprediksi, jika ketegangan berlanjut, harga Brent crude bisa melonjak hingga 10-15 persen dalam waktu singkat, memengaruhi konsumen dari Eropa hingga Asia.
Konteks pertukaran kata ini berakar pada dinamika Trump-Putin yang penuh friksi. Trump, yang baru saja mengumumkan sanksi sebagai “pesan tegas” bagi Rusia, sebelumnya membatalkan pertemuan bilateral karena tuntutan Moskow dianggap terlalu berlebihan. Putin, di sisi lain, tak segan mengirim sinyal militer Rusia siap balas jika ada serangan lebih dalam ke wilayahnya, meski tetap membuka pintu dialog.
“Solusi damai selalu lebih baik daripada perang,” ujarnya, menawarkan celah diplomasi di tengah badai sanksi.
Ekonomi Rusia sendiri menunjukkan tanda-tanda resilien. Meski menghadapi embargo Barat sejak 2022, PDB Rusia tumbuh 3,6 persen pada 2024 berkat diversifikasi ekspor ke Asia dan Timur Tengah. Sanksi terbaru ini, menurut Putin, hanya akan mempercepat pergeseran tersebut, dengan Rusia semakin bergantung pada mitra non-Barat seperti China dan India.
Para pakar internasional memantau dekat perkembangan ini, khawatir eskalasi bisa memicu krisis energi kedua pasca-invasi Ukraina. Sementara itu, Gedung Putih belum merespons secara resmi, tapi sumber dekat Trump menyebut sanksi sebagai “alat esensial” untuk menekan Kremlin.




