JAKARTA – Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul menegaskan pentingnya keterlibatan legislatif dalam memperkuat program Sekolah Rakyat di Sumatera Utara (Sumut).
Hal ini ia sampaikan saat menerima kunjungan Komisi E DPRD Sumut bersama Kepala Dinas Sosial Provinsi Sumut di kantor Kementerian Sosial, Jakarta, Kamis (18/9/2025).
Gus Ipul meminta agar DPRD Sumut ikut serta mengawasi pelaksanaan Sekolah Rakyat.
“Di sana ada Sekolah Rakyat, mohon untuk diawasi, diperkuat dan jadi model pengentasan kemiskinan yang terintegrasi,” ujarnya dikutip dari laman Kemensos, Jumat (19/9/2025).
Menurutnya, keberadaan Sekolah Rakyat di Sumatera Utara tidak hanya sekadar memberikan pendidikan gratis, tetapi juga dirancang sebagai laboratorium sosial yang mengintegrasikan sejumlah program prioritas nasional.
Dari enam titik yang sudah berjalan, dua berada di Sentra Kemensos, sementara empat lainnya tersebar di UIN Sumut Tebing Tinggi, Kota Padang Sidempuan, Kota Medan, dan Kabupaten Tapanuli Selatan.
Program Strategis untuk Putus Mata Rantai Kemiskinan
Wakil Menteri Sosial, Agus Jabo Priyono, menegaskan bahwa Sekolah Rakyat merupakan salah satu dari tiga mandat utama Presiden Prabowo Subianto untuk Kemensos.
Ia menambahkan, sekolah ini menggabungkan program prioritas seperti makan bergizi gratis, layanan kesehatan gratis, koperasi desa, hingga program tiga juta rumah.
Bahkan, seluruh siswa bersama keluarganya masuk dalam skema Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK).
Dengan begitu, pendidikan yang diberikan tidak berdiri sendiri, melainkan satu paket dukungan untuk mengangkat taraf hidup keluarga miskin.
Saat ini terdapat 100 titik Sekolah Rakyat yang sudah beroperasi di Indonesia. Pemerintah menargetkan hingga akhir September jumlah tersebut bertambah menjadi 165 titik dengan daya tampung hampir 16 ribu siswa, dibimbing lebih dari 2.400 guru dan 4.400 tenaga pendidik.
Kendala Jarak dan Solusi Pertemuan Orangtua-Siswa
Dalam dialog, Ketua Komisi E DPRD Sumut, Muhammad Subandi, menyampaikan keluhan mengenai jarak sekolah yang jauh dari domisili keluarga.
Akibatnya, banyak orangtua kesulitan menengok anaknya karena biaya perjalanan yang tidak sedikit.
Agus Jabo menegaskan, sudah ada tiga mekanisme agar siswa tetap dapat terhubung dengan keluarganya.
Pertama, melalui wali asrama dan wali asuh yang membantu komunikasi jarak jauh, seperti telepon atau video call.
“Nah mereka ini yang nanti yang mengurus anaknya (siswa) untuk berhubungan dengan orang tuanya. Ya misalkan, maaf, diperkenankan untuk bisa video call atau telepon orangtuanya,” jelasnya.
Kedua, orangtua bisa datang langsung ke sekolah.
“Silahkan kata Pak Presiden kalau orangtuanya rindu silahkan datang, Pak Presiden bilang kapan saja. Tetapi kemudian kita atur supaya tidak mengganggu proses belajar mengajar untuk lebih baik mereka datang pada hari libur,” ungkapnya.
Ketiga, sekolah menyediakan opsi “pelesir”, yakni siswa yang diantar kembali ke rumah secara berkala. Skema ini disesuaikan dengan kondisi daerah, bisa sebulan sekali atau dua bulan sekali.
Dengan begitu, anak tetap memiliki ikatan erat dengan keluarga meski harus tinggal di asrama.***




