JAKARTA – Skandal beras oplosan menyeret jajaran manajemen tertinggi PT Food Station Tjipinang Jaya (FS) ke ranah hukum, setelah Satgas Pangan Polri menemukan bukti kuat dugaan pelanggaran standar mutu beras.
Penetapan ini menandai langkah tegas aparat dalam menindak penyimpangan distribusi pangan nasional yang rawan merugikan konsumen.
Tiga pejabat utama PT FS resmi menjadi tersangka, termasuk Direktur Utama berinisial KG, Direktur Operasional SL, dan Kepala Seksi Quality Control RP.
Ketiganya dituding melakukan praktik curang dengan memperdagangkan beras premium yang tidak sesuai dengan spesifikasi SNI dan regulasi resmi.
Penetapan dilakukan setelah penyidik Satgas Pangan menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menaikkan status hukum mereka.
“Ketiganya langsung kita tetapkan menjadi tersangka berdasarkan dua alat bukti yang cukup,” ujar Kasatgas Pangan Polri Brigjen Polisi Helfi Assegaf, dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (1/8).
Meskipun demikian, para tersangka belum ditahan karena dinilai masih kooperatif dan akan kembali dipanggil untuk pemeriksaan lebih lanjut pada pekan depan.
Modus Oplosan dan Barang Bukti Mencengangkan
Penyidik mengungkap bahwa modus yang digunakan ketiga pejabat tersebut adalah menjual beras berkualitas di bawah standar sebagai produk premium.
Tindakan ini diduga melanggar SNI Beras Premium Nomor 6128:2020, Permentan No. 31 Tahun 2017, serta Peraturan Badan Pangan Nasional No. 2 Tahun 2023 yang mengatur syarat mutu dan pelabelan beras.
Sebagai barang bukti, aparat menyita total 132,65 ton beras yang terdiri atas 127,3 ton dalam kemasan 5 kilogram dan 5,35 ton dalam kemasan 2,5 kilogram.
Selain itu, dokumen-dokumen legalitas serta sertifikat pendukung turut diamankan sebagai penguat dalam proses penyidikan.
Jerat Hukum: Perlindungan Konsumen dan Pencucian Uang
Ketiga pejabat PT FS kini harus menghadapi ancaman pidana berlapis.
Mereka dijerat dengan Pasal 62 jo Pasal 8 ayat (1) huruf a dan f Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Langkah tegas ini menjadi sinyal kuat bahwa praktik manipulasi dalam sektor pangan tidak akan ditoleransi.
Satgas Pangan Polri menegaskan bahwa proses hukum akan terus bergulir secara transparan, dengan menjunjung tinggi asas keadilan serta kepentingan konsumen sebagai prioritas utama.***




