Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengungkap 25 wajib pajak eksportir produk turunan minyak sawit mentah (CPO) yang diduga menggunakan modus underinvoicing selama periode Januari-Oktober 2025. Praktik ini berpotensi merugikan negara hingga Rp 140 miliar dari sisi pajak.
Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menyebut total transaksi dari 25 pelaku tersebut mencapai Rp 2,08 triliun. “Kami deteksi di tahun 2025 itu ada sekitar 25 wajib pajak pelaku ekspor yang menggunakan modus yang sama. Ini masih dugaan dari 25 pelaku tersebut setidaknya total transaksinya itu sekitar Rp 2,08 triliun,” kata Bimo dalam konferensi pers di Pelabuhan Tanjung Priok, Kamis (6/11/2025).
Modus Operandi Manipulasi Dokumen
Para eksportir menggunakan dua cara utama untuk menghindari kewajiban pajak dan bea keluar. Pertama, mereka menyamarkan komoditas ekspor sebagai fatty matter, kategori yang tidak dikenakan bea keluar maupun larangan terbatas ekspor. Kedua, melaporkan ekspor sebagai POME Oil (Palm Oil Mill Effluent) untuk menghindari kewajiban bea keluar dan pungutan ekspor.
“Jadi bea masuknya itu bisa 10 kali lipat lah yang katakanlah diduga di under-invoicing,” ungkap Bimo. Praktik ini dilakukan dengan mengubah kode Harmonized System (HS) barang ekspor, sehingga produk bernilai tinggi justru dilaporkan sebagai POME atau fatty matter.
Temuan ini mencuat setelah operasi gabungan Kementerian Keuangan dan Polri mengamankan 87 kontainer milik PT MMS di Pelabuhan Tanjung Priok pada 20-25 Oktober 2025. Kontainer berisi 1.802 ton produk senilai Rp 28,7 miliar yang dilaporkan sebagai fatty matter, namun hasil uji laboratorium Bea Cukai dan Institut Pertanian Bogor menunjukkan kandungan produk turunan CPO.
Investigasi Meluas ke 282 Perusahaan
Kasus ini bukan kejadian tunggal. DJP akan memeriksa 282 perusahaan yang diduga melakukan praktik serupa sejak 2021-2024 dengan total nilai Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) mencapai Rp 47,98 triliun. “Setelah ini 282 wajib pajak yang melakukan ekspor serupa itu akan kami periksa, akan kami bukper dan akan kami sidik sesuai dengan kecukupan bukti awal,” kata Bimo.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa temuan ini merupakan tindaklanjut dari instruksi Presiden Prabowo Subianto untuk mengurangi potensi kerugian negara. Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara Polri mendeteksi anomali berupa lonjakan ekspor fatty matter hingga 278% yang memicu penyelidikan lebih lanjut.





