Mantan dokter residen Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Priguna Anugerah Pratama, dijatuhi hukuman 11 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Bandung setelah terbukti melakukan pemerkosaan dan pencabulan terhadap tiga wanita.
“Mengadili, menyatakan, saudara Priguna telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pidana kekerasan seksual. Menjatuhkan pidana selama 11 tahun dan denda Rp100 juta, dengan ketentuan bila tidak bisa membayarkannya diganti dengan hukuman penjara tiga bulan,” ujar Hakim Ketua sekaligus Ketua PN Bandung Lingga Setiawan, Rabu (5/11).
Terdakwa dinyatakan bersalah sebagaimana diatur dalam Pasal 6 huruf c juncto Pasal 15 ayat (1) huruf b, huruf e, dan huruf j juncto Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Selain pidana penjara, Priguna juga diwajibkan membayar denda Rp100 juta dan restitusi sebesar Rp137,8 juta kepada para korban.Dari jumlah tersebut, senilai Rp79.429.000 untuk korban FH, Rp49.810.000 untuk korban NK, dan sebesar Rp8.640.000 untuk korban FPA. Pidana tambahan ini dibebankan kepada terdakwa berdasarkan perhitungan LPSK dengan Nomor: R-3632/4.1.IP/LPSK/06/2025 tanggal 18 Juni 2025.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa Priguna terbukti menyalahgunakan wewenang dan kedudukan sebagai tenaga kesehatan, serta memanfaatkan keadaan korban yang tidak berdaya untuk melakukan perbuatan cabul dan pemerkosaan. Tindak kejahatan ini dilakukan lebih dari sekali, bahkan dalam keadaan korban pingsan akibat dibius.
Aksi Priguna terjadi pada 10, 16, dan 18 Maret 2025 di ruang MCHC lantai 7 RSHS Bandung, dengan korban yang terdiri dari dua pasien dan satu anggota keluarga pasien. Vonis dijatuhkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Kuasa hukum terdakwa, Aldi Rangga Adiputra, menyatakan masih akan pikir-pikir terhadap putusan tersebut. Ia mengaku hukuman yang dijatuhkan tidak sesuai harapan, tetapi tetap menghormati keputusan majelis hakim.
“Terkait putusan kami menilai masih kurang tepat. Tapi, apapun itu harus dihargai dan hormati. Dalam pleidoi, kami sempat sampaikan beberapa fakta hukum yang kami anggap dapat meringankan terdakwa. Namun, soal putusan kembali lagi ke hakim,” kata Aldi.




