JATIM – Pencarian korban tenggelamnya Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Tunu Pratama Jaya di Selat Bali terus membuahkan hasil, meski diselimuti duka. Tim SAR gabungan berhasil menemukan tiga jenazah pada Rabu (9/7/2025), menambah jumlah korban meninggal dunia menjadi 15 orang. Tragedi yang terjadi pada 2 Juli 2025 ini masih menyisakan luka mendalam bagi keluarga korban dan menjadi sorotan publik.
Penemuan Jenazah di Perairan Jembrana
Ketiga jenazah ditemukan di wilayah perairan Kabupaten Jembrana, Bali, pada hari ketujuh operasi pencarian. Menurut Deputi Operasi dan Kesiapsiagaan Basarnas, Ribut Eko Suyatno, yang bertindak sebagai SAR Mission Coordinator (SMC), dua jenazah ditemukan oleh nelayan setempat di Pantai Pebuahan dan Pantai Pengambengan, Jembrana.
“Jenazah pertama ditemukan pukul 07.00 WITA oleh nelayan di Pantai Pebuahan, Jembrana, Bali pada jarak kurang lebih dua kilometer dari bibir pantai,” ujar Eko. Sementara itu, jenazah kedua ditemukan sekitar pukul 06.00 WIB di Pantai Pengambengan dan langsung dievakuasi ke RSU Negara.
Jenazah ketiga ditemukan mengambang di perairan Selat Bali dan dievakuasi oleh KRI Tongkol milik TNI AL Banyuwangi. Sayangnya, hingga kini identitas ketiga korban belum dapat dipastikan karena tidak ditemukan tanda pengenal pada tubuh mereka.
“Pada saat menemukan itu KRI Vanildo tidak memungkinkan untuk melakukan evakuasi sehingga memanggil armada KRI Tongkol, segera proses mendekat dan evakuasi lalu dibawa ke sini,” kata Endra Hartono, perwakilan TNI AL.
Kronologi Tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya
Kapal yang mengangkut 65 penumpang dan 22 kendaraan ini tenggelam di Selat Bali saat berlayar dari Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, menuju Pelabuhan Gilimanuk, Bali. Berdasarkan laporan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), kapal mengalami kebocoran di ruang mesin, menyebabkan air laut masuk dan kapal miring hanya dalam waktu 30 menit setelah berlayar.
“KMP Tunu Pratama Jaya diketahui berlayar dari Pelabuhan Ketapang menuju Pelabuhan Gilimanuk dan dilaporkan mengalami kondisi distress pada pukul 23.20 WIB. Berdasarkan laporan petugas di lapangan, kapal tenggelam pada pukul 23.35 WIB,” ungkap Masyhud, perwakilan Kemenhub.
Faktor cuaca buruk dan potensi kelalaian manusia turut menjadi sorotan sebagai penyebab kecelakaan. Pakar transportasi laut dari ITS, Setyo Nugroho, menduga adanya indikasi “human error” sebagai pemicu utama, diperparah oleh kondisi laut yang tidak bersahabat.
Tantangan Pencarian di Tengah Cuaca Ekstrem
Pencarian korban tidak berjalan mudah. Tim SAR gabungan, yang melibatkan Basarnas, TNI AL, Polairud, dan relawan, harus menghadapi tantangan cuaca buruk di Selat Bali.
“SRU under water yang disupervisi oleh Danguspurla Koarmada II telah melakukan observasi bawah air ditengah kondisi cuaca di Selat Bali kurang bersahabat,” jelas Eko.
Meski demikian, tim berhasil mendeteksi objek yang diduga bangkai kapal, yang telah bergeser 1–2 mil laut dari titik awal tenggelam.
Hingga kini, dari total 65 penumpang, 30 orang dilaporkan selamat, 15 orang meninggal dunia, dan 20 orang masih dalam pencarian intensif. Tim penyelam, yang telah menjalani pemeriksaan kesehatan di RSUD Blambangan, terus dikerahkan untuk mendukung operasi.
Kekacauan Data Manifes Menyulitkan Identifikasi
Tragedi ini juga diwarnai masalah data manifes penumpang yang tidak valid. Beberapa korban, seperti Abu Khoir (selamat) dan Fitri April (meninggal), ternyata tidak tercatat dalam manifes resmi.
“Kita juga harus cek antemortem. Sesuai tidak? Nanti saya harus cek juga adakah dia dalam manifest atau tidak?” ujar perwakilan Basarnas.
Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi telah memerintahkan pendataan ulang untuk memastikan akurasi jumlah penumpang.
Kisah Pilu di Balik Tragedi
Di tengah upaya pencarian, kisah pilu para korban terus mencuat. Salah satunya adalah Muhammad Khalil, seorang penumpang yang selamat namun kehilangan istrinya, Nur Khatimah, yang hingga kini belum ditemukan.




