WASHINGTON, AS – Presiden Amerika Serikat Donald Trump memecat Kepala Badan Intelijen Pertahanan (DIA), Jeffrey Kruse, menyusul laporan kontroversial yang menyebut serangan militer AS ke fasilitas nuklir Iran pada 22 Juni 2025 gagal menghancurkan target utama.
Keputusan ini memicu polemik di kalangan pejabat Pentagon dan anggota Kongres, dengan tuduhan adanya agenda politik di balik pemecatan tersebut.
Kruse, seorang perwira senior Angkatan Udara AS, dipecat setelah laporan DIA menyatakan bahwa serangan udara ke fasilitas nuklir Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan tidak berhasil menghancurkan komponen inti program nuklir Teheran. Laporan tersebut bertentangan dengan klaim Trump yang menyebut operasi militer itu sukses besar.
“Penilaian yang disampaikan itu salah besar,” bantah Gedung Putih, merujuk pada laporan intelijen yang bocor ke media seperti CNN, New York Times.
Seorang sumber senior di Pentagon mengungkapkan, Kruse tidak lagi menjabat sebagai direktur DIA, meskipun belum jelas apakah ia akan ditawari posisi lain di Angkatan Udara atau dipensiunkan.
Pemecatan ini menambah daftar panjang pejabat tinggi yang dicopot sejak Trump kembali berkuasa pada Januari 2025. Sebelumnya, Kepala Badan Keamanan Nasional (NSA) Timothy Haugh juga dipecat setelah kritikan dari politisi sayap kanan yang dekat dengan Trump.
Kontroversi Laporan Intelijen
Laporan DIA yang memicu pemecatan Kruse menyebutkan bahwa serangan udara AS hanya mampu menunda program nuklir Iran selama beberapa bulan.
“Persediaan uranium Iran yang telah diperkaya tidak hancur. Bahkan sebagian besar sentrifus, alat pengayaan uranium, di fasilitas yang diserang masih utuh,” ungkap sumber yang mengetahui laporan tersebut.
Analisis ini bertolak belakang dengan pernyataan Menteri Pertahanan Pete Hegseth, yang menegaskan bahwa ambisi nuklir Iran telah “dihancurkan.”
Senator Partai Demokrat dari Virginia, Mark Warner, anggota komite intelijen Senat, menyebut pemecatan Kruse “sangat meresahkan.”
Ia menilai Kruse sebagai pejabat nonpartisan dengan rekam jejak yang dapat diandalkan. “Pemecatan ini menimbulkan pertanyaan serius tentang independensi intelijen AS,” kata Warner.
Eskalasi Konflik AS-Iran
Serangan AS ke fasilitas nuklir Iran merupakan bagian dari operasi “Midnight Hammer,” yang melibatkan 125 pesawat militer, termasuk tujuh pembom siluman B-2 dan 14 bom penghancur bunker GBU-57A seberat 30.000 pon.
Namun, laporan intelijen menyebut kerusakan terbatas pada struktur di atas tanah, sementara fasilitas bawah tanah tetap utuh.
Iran sendiri membantah adanya kerusakan signifikan dan menyatakan program nuklirnya tetap berjalan.
Pemecatan Kruse juga memicu spekulasi tentang tekanan politik dalam tubuh militer AS. Beberapa analis menduga Trump berupaya mengkonsolidasikan narasi keberhasilan operasi militer untuk memperkuat citra kepemimpinannya, terutama menjelang negosiasi diplomatik dengan Iran yang kini tengah berlangsung melalui pihak ketiga.
Sementara itu, wakil Kruse, Christine Bordine, ditunjuk sebagai pelaksana tugas direktur DIA hingga pengganti resmi disetujui oleh Senat.
Langkah ini diharapkan dapat meredam ketegangan internal di Pentagon, meski sorotan terhadap independensi badan intelijen AS tetap mengemuka.
Kontroversi ini menambah panas dinamika politik dan militer di Washington, dengan Kongres kini menuntut penjelasan lebih lanjut atas keputusan Trump.
Publik pun menanti apakah pemecatan ini akan memengaruhi strategi AS dalam menghadapi Iran di tengah eskalasi konflik di Timur Tengah.