JAKARTA – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, resmi dijatuhi hukuman penjara selama 3 tahun 6 bulan terkait skandal suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR untuk Harun Masiku.
Putusan tersebut disampaikan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025), dan menjadi salah satu vonis politik paling mencolok tahun ini.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyoroti bahwa tindakan Hasto bertentangan langsung dengan semangat pemberantasan korupsi yang selama ini diusung pemerintah.
Selain itu, tindakannya dinilai berpotensi mencoreng nama baik institusi penyelenggara pemilu yang seharusnya bersih, independen, dan berintegritas.
“Keadaan memberatkan perbuatan Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.”
“Perbuatan terdakwa dapat merusak citra lembaga penyelenggara Pemilu yang seharusnya independen dan berintegritas,” kata hakim saat membacakan vonis Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025).
Faktor Meringankan dan Dakwaan yang Terbukti
Meski vonis tersebut tergolong berat, hakim juga mempertimbangkan beberapa hal yang meringankan, antara lain sikap sopan terdakwa selama persidangan, rekam jejak hukum yang bersih, serta kontribusi Hasto dalam pelayanan publik.
“Keadaan meringankan Terdakwa bersikap sopan selama persidangan, Terdakwa belum pernah dihukum, Terdakwa memiliki tanggungan keluarga, Terdakwa telah mengabdi pada negara melalui berbagai posisi publik,” ujar hakim.
Vonis terhadap Hasto didasarkan pada pelanggaran Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tindak Pidana Korupsi, yang dikaitkan dengan Pasal 55 ayat 1 ke-1 dan Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Dalam putusan itu, Hasto dinyatakan terbukti memberikan suap kepada mantan komisioner KPU, Wahyu Setiawan, untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR pengganti antarwaktu periode 2019–2024.
“Menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan,” ujar ketua majelis hakim Rios Rahmanto saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (25/7).
Tak Ada Alasan Pemaaf, Hasto Harus Menanggung Konsekuensi
Majelis hakim dengan tegas menyatakan tidak ada alasan pembenar atau pemaaf dalam perkara suap ini.
Tindakan Hasto dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap etika demokrasi dan hukum yang berlaku.
Meski upaya obstruksi terhadap penyidikan tidak terbukti, pemberian suap tetap menjadi inti pelanggaran yang harus dihukum.
Dengan putusan ini, Hasto menjadi tokoh sentral dalam rentetan kasus hukum yang turut menyeret nama Harun Masiku—buronan yang hingga kini belum tertangkap.
Putusan ini diperkirakan berdampak signifikan terhadap citra partai dan dinamika politik menjelang Pemilu mendatang.***




