Jakarta – Pada Selasa (25/6) pagi, Jakarta mencatatkan kualitas udara terburuk di dunia. Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 07.00 WIB, Indeks Kualitas Udara (AQI) di Jakarta mencapai angka 179, yang masuk dalam kategori tidak sehat.
Angka ini menunjukkan bahwa kualitas udara di Jakarta sangat berbahaya bagi kelompok sensitif, termasuk manusia dan hewan yang rentan, serta dapat merusak tumbuhan dan nilai estetika lingkungan. Kategori udara sedang, dengan rentang PM2.5 sebesar 51-100, biasanya tidak mempengaruhi kesehatan manusia atau hewan, namun berdampak pada tumbuhan sensitif dan nilai estetika.
Untuk kategori baik, dengan rentang PM2.5 sebesar 0-50, kualitas udara tidak memberikan efek negatif pada kesehatan manusia atau hewan, serta tidak mempengaruhi tumbuhan, bangunan, atau nilai estetika. Kategori sangat tidak sehat berada dalam rentang PM2.5 sebesar 200-299, yang dapat merugikan kesehatan sejumlah segmen populasi yang terpapar. Kategori terakhir, berbahaya, dengan rentang 300-500, menunjukkan kualitas udara yang dapat menyebabkan dampak kesehatan serius pada populasi.
Selain Jakarta, kota dengan kualitas udara terburuk kedua adalah Kinshasa (Kongo) dengan AQI 174, diikuti oleh Lahore (Pakistan) di angka 167. Kota-kota lainnya dalam daftar termasuk Manama (Bahrain) di urutan keempat dengan AQI 163, Delhi (India) di urutan kelima dengan AQI 137, dan Dubai (Uni Emirat Arab) di urutan keenam dengan AQI 114.
Kota-kota lain yang masuk dalam 10 besar kualitas udara terburuk adalah Accra (Ghana) dengan AQI 103, Baghdad (Irak) dengan AQI 102, Busan (Korea Selatan) dengan AQI 99, dan Ulaanbaatar (Mongolia) dengan AQI 98.
Masyarakat disarankan untuk memakai masker saat berada di luar rumah, mengurangi aktivitas di luar ruangan, menutup jendela untuk menghindari udara luar yang kotor, dan menyalakan penyaring udara untuk menjaga kualitas udara dalam ruangan.