KAIRO, MESIR – Konflik di Jalur Gaza mencatatkan sejarah kelam sebagai perang paling mematikan bagi jurnalis, dengan jumlah korban mencapai 240 orang sejak Oktober 2023, melampaui total kematian jurnalis pada Perang Dunia I dan II, Perang Vietnam, serta Perang Afghanistan.
Data terbaru dari otoritas Palestina menyebutkan, angka ini menegaskan Gaza sebagai medan konflik paling berbahaya bagi pekerja media dalam sejarah modern.
Korban terbaru adalah Khaled Mohammed Al-Madhoun, juru kamera Palestine TV, yang tewas akibat serangan Israel. Insiden tragis lainnya terjadi pada 11 Agustus 2025, ketika Al Jazeera melaporkan empat stafnya, termasuk reporter terkenal Anas Al-Sharif, tewas dalam serangan terhadap tenda jurnalis di dekat sebuah rumah sakit di Kota Gaza.
Militer Israel (IDF) mengakui serangan tersebut, dengan dalih bahwa Al-Sharif bekerja untuk Hamas, sebuah tuduhan yang memicu kontroversi. Al Jazeera kemudian memperbarui laporan, menyebutkan jumlah korban stafnya bertambah menjadi lima orang.
Wakil Ketua Serikat Jurnalis Palestina, Tahsin al-Astal, mengatakan kepada RIA Novosti bahwa jumlah jurnalis yang tewas dalam insiden itu kini mencapai enam.
“Pembunuhan terhadap jurnalis oleh Israel sangat keji. Ini menunjukkan mereka bukan saja membunuh manusia, tapi ingin membunuh, membungkam kebenaran. Mereka tidak mau ada suara-suara, kecuali suara-suara mereka,” ujar Zaitun Rasmin, Ketua Komite Pelaksana Aliansi Rakyat Indonesia Bela Palestina (ARI-BP), dalam diskusi di Jakarta pada 14 Agustus.
Menurut laporan, jumlah kematian jurnalis di Gaza jauh melampaui konflik besar sebelumnya, termasuk Perang Dunia I dan II (68 jurnalis), Perang Vietnam (63 jurnalis), dan Perang Afghanistan (127 jurnalis).
Kantor Media Pemerintah Gaza mengecam tindakan Israel sebagai “pembantaian sistematis” yang bertujuan menghilangkan saksi kebenaran. Mereka mendesak Federasi Internasional Jurnalis, Serikat Jurnalis Arab, dan komunitas pers global untuk mengutuk keras kejahatan ini serta menuntut pertanggungjawaban Israel, Amerika Serikat, dan sekutunya seperti Inggris, Jerman, dan Prancis.
Konflik Gaza yang meletus pada 7 Oktober 2023, dipicu oleh serangan roket besar-besaran Hamas yang menewaskan sekitar 1.200 orang di Israel dan menyandera lebih dari 200 orang.
Sebagai respons, serangan balasan Israel telah menyebabkan kehancuran massal, dengan lebih dari 85% penduduk Gaza mengungsi dan infrastruktur wilayah itu porak-poranda.
Serikat Jurnalis Palestina menegaskan bahwa penargetan jurnalis adalah upaya sistematis untuk menyensor kebenaran.
Organisasi internasional seperti UNESCO dan Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) juga telah menyerukan investigasi mendalam atas pelanggaran ini, menyoroti pentingnya melindungi kebebasan pers di tengah konflik.
Tragedi ini tidak hanya mencerminkan ancaman terhadap nyawa jurnalis, tetapi juga serangan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan informasi.
Dunia kini diajak untuk bersuara, menuntut keadilan bagi para jurnalis yang gugur demi menyampaikan kebenaran dari Gaza.