JAKARTA – Kebijakan pemerintah terkait insentif mobil listrik impor resmi akan dihentikan mulai tahun depan.
Langkah ini menandai era baru industri otomotif nasional, di mana pabrikan yang sebelumnya menikmati fasilitas pajak dan bea masuk nol persen, kini diwajibkan membangun basis produksi mobil listrik langsung di Indonesia.
“CBU, lewat beberapa merek, brand kayak BYD, ada beberapa brand lagi yang mereka akan investasi di sini, bangun pabrik, berproduksi di sini, tapi untuk komitmen investasi mereka deposit uang di sini kan, itu yang akan berhenti,” ujar Direktur Jenderal Industri Logam Kementerian Perindustrian, Setia Diarta.
Kebijakan penghentian insentif impor mobil listrik ini tidak hanya akan mengubah strategi bisnis sejumlah pabrikan, tetapi juga mempertegas keseriusan pemerintah dalam mendorong hilirisasi dan penguatan ekosistem kendaraan listrik berbasis baterai di dalam negeri.
Dengan begitu, Indonesia tidak lagi hanya menjadi pasar konsumsi, tetapi juga pusat produksi dan inovasi.
Enam Pabrikan Wajib Produksi Mobil Listrik di RI
Hingga saat ini, terdapat enam perusahaan otomotif yang terdaftar sebagai penerima insentif impor mobil listrik secara utuh (CBU) ke Indonesia tanpa biaya bea masuk maupun PPnBM.
Mulai 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2027, mereka diwajibkan memproduksi mobil listrik di dalam negeri dengan jumlah sebanding kuota impor CBU (rasio 1:1).
Berikut daftarnya:
- PT National Assemblers (membawa merek Citroen, AION, Maxus, VW)
- PT BYD Auto Indonesia (BYD)
- PT Geely Motor Indonesia (Geely)
- PT VinFast Automobile Indonesia (VinFast)
- PT Era Industri Otomotif (Xpeng)
- Inchcape Indomobil Energi (Great Wall Motor Ora)
Selain kewajiban produksi, setiap produsen juga harus menyesuaikan diri dengan regulasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2023.
TKDN ditargetkan mencapai 40 persen pada 2022–2026, meningkat menjadi 60 persen pada 2027–2029, dan mencapai 80 persen mulai 2030.
Konsekuensi Jika Tak Penuhi Aturan
Pemerintah menegaskan, bagi pabrikan yang tidak memenuhi syarat produksi lokal maupun aturan TKDN, maka bank garansi yang sudah disetorkan akan dicairkan sebagai bentuk pengembalian insentif yang sebelumnya telah diberikan.
Dengan mekanisme ini, industri mobil listrik diharapkan lebih disiplin dalam menjalankan komitmennya sekaligus mempercepat pertumbuhan rantai pasok dalam negeri.
Kebijakan baru ini menegaskan bahwa Indonesia tidak hanya menginginkan penetrasi pasar mobil listrik, tetapi juga investasi nyata yang berkelanjutan.
Langkah ini sekaligus membuka peluang lapangan kerja, pengembangan teknologi, serta menjadikan Indonesia sebagai pusat manufaktur kendaraan listrik di kawasan Asia Tenggara.***