JAKARTA – Donald Trump divonis bersalah dalam kasus suap pada Jumat (10/1), meskipun hakim memutuskan untuk tidak menjatuhkan hukuman. Keputusan tersebut memberi ruang bagi Trump untuk kembali ke Gedung Putih tanpa ancaman hukuman penjara atau denda.
Ini adalah dakwaan pidana pertama dan vonis pertama terhadap seorang mantan presiden AS dan presiden terpilih. Kasus ini, yang ditangani di New York, menjadi satu-satunya dari empat dakwaan pidana yang dihadapi Trump yang sampai ke pengadilan, dan kemungkinan besar satu-satunya yang akan diproses lebih lanjut.
Dalam pernyataan singkat berdurasi sekitar enam menit di pengadilan, Trump yang tampil tenang namun tegas menyebut kasus ini sebagai “pemanfaatan kekuasaan pemerintah” dan “aib bagi New York.” Ia menegaskan bahwa dirinya tidak melakukan kesalahan. “Ini adalah perburuan penyihir politik. Ini dilakukan untuk merusak reputasi saya supaya saya kalah dalam pilpres dan, jelas, itu tidak berhasil,” ujar Trump, seperti dilansir dari kantor berita AP pada Sabtu (11/1).
Setelah proses pengadilan yang berlangsung sekitar setengah jam, Trump menyebut sidang tersebut sebagai “permainan hina” dalam sebuah unggahan di media sosial dan menegaskan akan mengajukan banding terhadap vonis tersebut.
Hakim Juan M. Merchan dari Manhattan memiliki kewenangan untuk menjatuhkan hukuman hingga empat tahun penjara bagi Trump, yang kini berusia 78 tahun. Namun, Merchan memilih untuk tidak memberikan hukuman dan secara efektif mengakhiri kasus ini, meskipun keputusan tersebut memastikan Trump akan tercatat sebagai presiden pertama dengan catatan pidana.
Vonis tanpa hukuman yang dijatuhkan ini, yang dikenal dengan sebutan pembebasan tanpa syarat, sangat jarang untuk kasus pidana berat. Hakim Merchan menjelaskan bahwa ia harus menghormati perlindungan hukum yang diberikan kepada seorang presiden, namun tetap menegaskan bahwa kekuasaan tersebut tidak mencakup hak untuk menghapus vonis yang ditentukan oleh juri.
Saat vonis dibacakan, Trump duduk tegak dengan ekspresi serius, sedikit mengerutkan dahi, dan menoleh ke samping ketika hakim mengucapkan, “Selamat menjalani masa jabatan kedua.”
Di luar ruang pengadilan, sekelompok pendukung dan pengkritik Trump berkumpul, dengan spanduk yang beragam, seperti “Trump bersalah” dan “Hentikan konspirasi partisan.”
Jaksa Wilayah Manhattan, Alvin Bragg, yang berasal dari Partai Demokrat, mengajukan dakwaan terhadap Trump atas 34 tuduhan pidana terkait pemalsuan catatan bisnis. Selama hampir dua bulan persidangan, juri memutuskan Trump bersalah atas seluruh tuduhan.
Kasus ini berhubungan dengan pembayaran suap sebesar USD 130.000 kepada artis film dewasa Stormy Daniels pada akhir kampanye presiden Trump 2016, untuk mencegahnya mengungkapkan klaim hubungan seksual yang terjadi 10 tahun sebelumnya. Trump membantah adanya hubungan seksual tersebut dan juga membantah melakukan kesalahan dalam kasus ini.
Jaksa mengklaim bahwa pembayaran kepada Daniels, yang dilakukan melalui pengacara pribadi Trump, Michael Cohen, merupakan bagian dari usaha untuk menghalangi pemilih mengetahui dugaan perselingkuhan Trump. Sementara itu, pengacara Trump menyatakan bahwa ia hanya berusaha melindungi keluarganya, bukan kampanyenya. Jaksa berpendapat bahwa pembayaran tersebut dicatat sebagai biaya hukum secara curang, sementara Trump membela pencatatan tersebut sebagai hal yang tepat.
Trump mengeluhkan, “Untuk ini saya didakwa,” di hadapan hakim. “Sungguh luar biasa.”
Sebelumnya, pengacara Trump berusaha keras untuk menghentikan persidangan dengan mengandalkan klaim kekebalan presiden dari dakwaan pidana, yang semakin didorong oleh keputusan Mahkamah Agung pada Juli lalu yang memberi kekebalan lebih besar kepada mantan presiden.
Meskipun pembayaran dilakukan saat Trump masih menjadi warga negara biasa pada 2016, pencatatan pembayaran tersebut dilakukan setelah ia menjabat sebagai presiden pada 2017.
Hakim Merchan, yang juga berasal dari Partai Demokrat, sempat menunda vonis yang seharusnya dijatuhkan pada Juli lalu, namun akhirnya memutuskan pada 10 Januari 2025 sebagai hari pembacaan vonis dengan alasan bahwa sudah saatnya untuk memberikan “keputusan yang final.” Pengacara Trump kemudian berusaha mencegah pembacaan vonis hingga detik-detik terakhir, namun harapan mereka hilang setelah Mahkamah Agung AS menolak permohonan mereka pada Kamis (9/1) malam dengan suara 5-4.




