MAGELANG – Menteri Agama (Menag) RI, Nasaruddin Umar, menjadi pembicara pada kegiatan retret kepala daerah di Magelang, meminta mereka untuk berperan aktif dalam menjaga harmoni umat beragama.
Menurut Nasaruddin Umar, keberagaman yang ada di Indonesia merupakan kekuatan utama yang membuat negara ini tetap kokoh di mata dunia.
“Indonesia ini saya sudah meneliti, tidak ada negara yang paling plural seplural Indonesia. Ada 17 ribu pulau, 1.300 suku, 718 bahasa lokal, tidak ada negara yang paling plural seplural Indonesia.”
“Kita bisa mengatakan, kontributor tertinggi terhadap kedamaian Indonesia itu adalah kerukunan umat beragama,” ujarnya dikutip dari laman Kemenag.
Menag mengungkapkan bahwa Indonesia sudah beberapa kali diprediksi akan mengalami perpecahan seperti Uni Soviet dan Balkan.
Namun, prediksi tersebut tidak pernah terjadi karena kuatnya persatuan antar umat beragama yang terus dijaga oleh masyarakat Indonesia.
Sinergi
Dalam upaya menjaga kerukunan, Menag menegaskan pentingnya peran pemerintah daerah dalam bersinergi dengan Kementerian Agama.
Ia meminta para kepala daerah untuk mendukung Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) sebagai wadah dialog dan solusi bagi permasalahan keagamaan di daerah masing-masing.
“Bapak-Ibu sekalian juga nanti sebagai pemimpin lokal, jangan sampai nanti tidak mau membantu Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).”
“Kepentingan-kepentingan institusi keagamaan di daerah itu sangat penting loh Bapak,” ujarnya.
Menurutnya, tanpa kerukunan, kekuatan ekonomi pun tidak akan berarti. Sekalipun nilai ekspor tinggi dan pertumbuhan ekonomi meningkat, semuanya akan sia-sia jika negara dilanda konflik sosial berbasis agama.
Waspada Konflik Keagamaan Sejak Dini
Menag juga mengingatkan pemerintah daerah untuk lebih peka terhadap potensi konflik berbasis agama. Deteksi dini sangat penting untuk mencegah konflik yang dapat mengancam stabilitas nasional.
“Jangan terlambat Bapak Ibu, Kalau terlambat sedikit, itu dahsyat (akibatnya), kita pernah punya pengalaman di Poso, di Kalimantan dan beberapa tempat. Makanya itu kita harus turun ke lapangan untuk mendeteksinya sejak dini,” ucapnya.
Menag menegaskan bahwa agama harus dijadikan sebagai kekuatan untuk membangun bangsa, bukan alat untuk kepentingan politik jangka pendek.
“Makanya jangan coba-coba ada yang memperatasnamakan agama untuk kepentingan lokal, kepentingan jangka pendek. Sebab dahsyat agama itu seperti nuklir.”
“Nuklir itu bisa menjadi sumber energi yang paling murah tapi bisa menjadi senjata yang paling mematikan,” ungkapnya.
Karena itu, ia mengajak seluruh kepala daerah untuk menjadikan agama sebagai faktor pemersatu bangsa dan kekuatan dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan.
“Jadi kalau kita menekankan aspek sentripetalnya agama, agama itu akan menjadi faktor pemicu yang amat dahsyat untuk meraih pembangunan itu. Tapi kalau agama tampil sebagai sentripetal faktor pemecah belah, itu dahsyat akibatnya,” tegasnya.***