JAKARTA — Menteri Koperasi dan UKM, Budi Arie Setiadi, menegaskan bahwa pemerintah menghormati sepenuhnya ketiadaan pembentukan Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes Merah Putih) di wilayah-wilayah adat, termasuk komunitas Suku Baduy di Banten. I
Ia menampik anggapan bahwa hal ini merupakan bentuk penolakan, melainkan hasil dari pendekatan yang mengedepankan kearifan lokal dan nilai-nilai tradisi yang dipegang erat oleh masyarakat adat.
“Ini bukan penolakan,” kata Budi Arie di Jakarta, Kamis (10/7), menanggapi pertanyaan terkait absennya koperasi merah putih di sejumlah daerah, termasuk Banten.
Menurutnya, pendekatan terhadap wilayah-wilayah adat seperti Kanekes, yang menjadi rumah bagi masyarakat Baduy, harus dilakukan secara arif dan kontekstual, karena terdapat kendala budaya serta persoalan administrasi kependudukan.
“Kan kamu tahu Baduy, saudara-saudara kita ini sampai sekarang aja enggak punya KTP,” ucapnya, mengacu pada pilihan hidup sebagian besar warga Baduy yang menolak identitas administratif modern seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Lebih lanjut, Budi mengungkapkan bahwa hingga kini status administrasi masyarakat adat Baduy belum terdata sepenuhnya dalam sistem Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Kondisi tersebut menciptakan dinamika tersendiri yang menurutnya harus dijawab dengan pendekatan yang inklusif dan tidak memaksakan modernisasi.
“Ini unik lah, unik,” tambahnya, menekankan bahwa perbedaan budaya perlu diperlakukan secara khusus, bukan sebagai hambatan melainkan bagian dari kekayaan bangsa.
Di luar Banten, Budi juga menyoroti tantangan serupa di wilayah lain seperti Papua Pegunungan.
Menurutnya, tantangan geografis yang ekstrem dan aksesibilitas yang terbatas membuat implementasi program koperasi desa merah putih di daerah tersebut menjadi tidak sederhana.
“Daerahnya luas, mengaksesnya juga perlu tantangan,” jelasnya, seraya memastikan bahwa program ini tidak akan mengorbankan keberagaman budaya setempat.
Meski menghadapi tantangan, Kementerian Koperasi dan UKM tetap melanjutkan upaya menjangkau seluruh desa di Indonesia.
Pemerintah mengutamakan solusi adaptif yang menghormati tradisi lokal, agar koperasi desa dapat berkembang tanpa menimbulkan konflik sosial maupun budaya.
Hingga Rabu (9/7/2025), data menunjukkan bahwa sebanyak 80.560 desa dan kelurahan telah membentuk koperasi merah putih melalui musyawarah desa khusus (musdesus).
Dari jumlah tersebut, lebih dari 77.000 telah memperoleh badan hukum resmi dari Kementerian Hukum dan HAM.
Dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI pada Rabu (9/7/2025), Budi mengakui bahwa masih banyak wilayah yang memerlukan pendekatan khusus, seperti Papua, Banten, dan Sulawesi Tengah.
Ia menyebut tantangan sosial budaya dan kondisi geografis yang kompleks sebagai alasan mengapa sebagian wilayah belum tergarap maksimal.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Kementerian Koperasi bekerja sama dengan berbagai lembaga dan satuan tugas, mengedepankan pendekatan yang humanis, agar integrasi koperasi tidak bertentangan dengan nilai-nilai lokal.***




