DAMASKUS, SURIAH – Ahmed Al-Sharaa resmi dilantik sebagai Presiden sementara Suriah. Penunjukkan ini terjadi setelah penggulingan rezim Bashar al-Assad, yang melarikan diri ke Rusia setelah bertahan selama lebih dari lima dekade. Al-Sharaa, pemimpin kelompok pemberontak Hay’at Tahrir Al-Sham (HTS), berhasil merebut kekuasaan hanya dalam 13 hari berkat perencanaan yang cermat dan dukungan dari beberapa negara regional.
Lantas, siapa sebenarnya Ahmed Al-Sharaa, dan bagaimana ia bisa menggantikan Bashar al-Assad? Berikut ini adalah biografi singkat dan perjalanan karirnya yang penuh perjuangan.
Riwayat Hidup Ahmed Al-Sharaa
Ahmed Hussein al-Sharaa lahir di Riyadh, Arab Saudi, pada 29 Oktober 1982. Ia dikenal dengan julukan Mohammad al-Julani. Julani berasal dari keluarga Muslim Sunni Suriah. Ayahnya, Hussein al-Sharaa, bekerja sebagai insinyur minyak di Arab Saudi, sementara ibunya adalah seorang guru geografi. Keluarga mereka kembali ke Suriah pada tahun 1989 dan menetap di lingkungan Mezzeh, Damaskus, tempat ayahnya membuka kantor real estat.
Pada masa mudanya, Al-Sharaa dikenal sebagai sosok yang pendiam dan pemalu. Namun, peristiwa-peristiwa besar, seperti pemberontakan Palestina pada tahun 2000 dan serangan 11 September 2001, mengubah pandangannya. Setelah peristiwa tersebut, ia pindah ke Irak dan bergabung dengan perjuangan melawan invasi yang dipimpin Amerika Serikat pada 2003.
Karier Militer dan Bergabung dengan Al-Qaeda
Al-Sharaa bergabung dengan al-Qaeda di Irak pada tahun 2003 dan terlibat dalam pemberontakan selama tiga tahun. Dalam salah satu konfrontasi, ia ditangkap oleh militer Amerika dan dipenjarakan di Kamp Bucca, penjara yang terkenal karena menahan beberapa jihadis yang kemudian menjadi tokoh terkemuka, termasuk Abu Bakr al-Baghdadi, pemimpin ISIS.
Meski awalnya bekerja sama dengan al-Baghdadi, perbedaan pendapat akhirnya memisahkan mereka. Pada tahun 2011, al-Baghdadi mengutus Julani ke Suriah untuk mendirikan Front Nusra, yang bertujuan melawan rezim Assad. Namun, seiring berjalannya waktu, Julani mulai menanggalkan ideologi jihad transnasional dan lebih fokus pada perjuangan nasionalis Suriah.
Pendirian Jabhat al-Nusra dan Perpisahan dengan Al-Qaeda
Pada tahun 2011, Julani mendirikan Jabhat al-Nusra (Front Al-Nusra), sebuah koalisi militan yang awalnya setia kepada al-Qaeda. Meskipun ada ketegangan dengan kelompok Negara Islam Irak (ISI), Julani berhasil membentuk aliansi yang kuat di Suriah. Namun, pada 2016, ia memutuskan untuk berpisah dari al-Qaeda dan membentuk kelompok yang lebih mandiri, Jabhat Fateh al-Sham (JFS).
Pembentukan Hay’at Tahrir al-Sham (HTS)
Pada 2017, Julani meluncurkan Hay’at Tahrir al-Sham (HTS), yang bertujuan mengkonsolidasikan kekuatan pemberontak di Suriah dan mengalahkan ISIS serta al-Qaeda. Meski demikian, Amerika Serikat masih melihat HTS sebagai kelanjutan dari al-Nusra.
Penggulingan Rezim Assad
Pada 2024, Suriah dilanda kehancuran akibat perang melawan Israel, yang melemahkan rezim Assad. Pasokan senjata, dana, dan pasukan habis setelah intervensi asing, termasuk dari Rusia, Irak, dan Iran. Melihat peluang ini, Julani melakukan perencanaan matang dengan dukungan dari aliansi regional. Dalam waktu hanya 13 hari, HTS berhasil menggulingkan rezim Assad.
Presiden Sementara Suriah
Pada 29 Januari 2025, Julani secara resmi dilantik sebagai Presiden sementara Suriah. Dalam pidato pelantikannya, ia menekankan pentingnya mengisi kekosongan kekuasaan, memulihkan perdamaian, membangun lembaga negara, dan merestrukturisasi ekonomi untuk masa depan Suriah. “Alhamdulillah, kita berhasil memutus rantai, menghapus penghinaan, dan membawa kembali harapan bagi rakyat Suriah,” ungkapnya penuh semangat.
Dengan visi baru dan dukungan internasional yang kuat, Ahmed Al-Sharaa bertekad untuk memulihkan kedudukan Suriah di dunia internasional dan membawa kedamaian bagi rakyatnya.