JAKARTA – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, mengungkapkan adanya ancaman terhadap dirinya jika partainya tetap memutuskan memecat Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ia menyebut bahwa dirinya sempat ditekan agar tidak mengambil keputusan tersebut, bahkan dengan ancaman dijadikan tersangka dan ditangkap.
“Ada utusan yang mengaku dari pejabat negara, yang meminta agar saya mundur, tidak boleh melakukan pemecatan, atau saya akan ditersangkakan dan ditangkap,” ungkap Hasto saat menyampaikan eksepsi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (21/3).
Ancaman ini, lanjut Hasto, terjadi pada periode 4–15 Desember 2024, menjelang pemecatan Jokowi oleh DPP PDI Perjuangan setelah adanya laporan dari Badan Kehormatan Partai. Namun, keputusan tetap diambil, dan hanya berselang satu minggu setelah pemecatan tersebut—tepatnya pada 24 Desember 2024—Hasto ditetapkan sebagai tersangka.
Tekanan Politik dan Skema Kriminalisasi?
Hasto menyoroti momen penetapan tersangkanya yang jatuh pada malam Natal, saat ia tengah bersiap menjalani ibadah Misa Natal bersama keluarga. Ia juga menyebut bahwa tekanan serupa pernah dialami oleh partai politik lain, yang berujung pada pergantian pimpinan partai dengan hukum sebagai alat tekan.
Tak hanya itu, Hasto menyebut bahwa dirinya menjadi sasaran operasi politik dengan berbagai cara, termasuk demonstrasi oleh kelompok tak dikenal, pemasangan spanduk bernada serangan terhadap partai, hingga rekayasa gugatan yang menggugat keabsahan kepemimpinan PDIP.
“Bahkan, operasi politik terhadap saya sampai harus menggunakan lembaga survei untuk menggiring opini publik,” ujar Hasto menambahkan dikutip dari Antara.
Hasto kini menghadapi dakwaan dalam kasus dugaan perintangan penyidikan kasus korupsi yang menyeret Harun Masiku. Ia diduga menghalangi penyelidikan KPK dalam rentang 2019–2024 dengan memerintahkan penghancuran barang bukti berupa telepon genggam.
Menurut dakwaan, Hasto disebut menginstruksikan penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam ponsel milik Harun Masiku ke dalam air usai operasi tangkap tangan terhadap anggota KPU, Wahyu Setiawan. Selain itu, ajudannya, Kusnadi, juga diperintahkan melakukan tindakan serupa terhadap telepon genggamnya sendiri sebagai langkah antisipasi dari penyidik KPK.
Hasto juga didakwa memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura (sekitar Rp600 juta) kepada Wahyu Setiawan bersama beberapa pihak lainnya, seperti advokat Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri, dalam rangka memuluskan upaya Harun Masiku untuk mendapatkan kursi DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).
Jika terbukti bersalah, Hasto terancam pidana berdasarkan Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diperbarui melalui UU No. 20 Tahun 2001, serta pasal-pasal dalam KUHP terkait.***