Live Program UHF Digital

HUT TNI Ke 79: Memperkuat Peran Prajurit di Era Baru dan Tantangan Pertahanan Nasional

JAKARTA – Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang mengizinkan prajurit aktif untuk menduduki jabatan di kementerian dan lembaga negara memicu berbagai reaksi.

Pengamat intelijen dan militer dari Universitas Pertahanan (Unhan) Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati (Nuning) mengungkapkan bahwa penugasan ini dapat membawa kembali semangat dwifungsi TNI, meskipun ia juga menegaskan bahwa konteksnya berbeda dengan Dwi Fungsi ABRI di masa lal

“Penugasan prajurit TNI dan Polri di instansi pemerintah sejalan dengan kebutuhan memanfaatkan semua sumber daya manusia, tanpa mengedepankan kepentingan politik,” katanya melalui keterangan tertulis yang diterima Garuda.Tv (2/10/2024).

Menurutnya, langkah ini justru mencerminkan tidak adanya dikotomi dalam pembangunan nasional, yang harus melibatkan seluruh elemen masyarakat.

Sementara itu, menyikapi dengan kasus pilot Susi Air yang baru-baru ini dibebaskan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), Nuning menilai bahwa meskipun pelepasan tersebut positif, langkah selanjutnya sangat penting.

“Pilot tersebut harus diwawancarai oleh pihak berwajib untuk memastikan bahwa tidak ada informasi penting yang terlewat, termasuk rencana KKB ke depan,” ujarnya.

Ia menganggap, menggali informasi melalui Kapten Philip Mark Mehrtens itu dianggap krusial untuk pengumpulan data intelijen dan pemetaan situasi.

“Pilot tersebut juga harus diwawancara pihak berwajib adakah dia juga mendengar rencana KKB kedepan setelah melepas sang pilot,” tuturnya

Kemudian dalam konteks pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista), Nuning menyebutkan pentingnya memperhatikan beberapa hal. “Berdasarkan Sishankamrata, operasi militer TNI harus bersifat defensif-aktif. Kita tidak ingin menyerang, tetapi harus siap bertahan,” jelasnya.

Meskipun proses pemilihan dan pengadaan alutsista dilakukan secara mekanisme yang benar, tantangan tetap ada. “Sering kali, produk alutsista baru sulit didapat, dan kita terpaksa membeli barang bekas karena harga yang tinggi dan waktu konstruksi yang panjang,” ungkap Nuning.

Ia menekankan bahwa kebutuhan anggaran dan ketersediaan dari negara produsen harus sejalan untuk mencapai kemandirian produksi alutsista, yang merupakan elemen vital dalam efektivitas pertahanan negara.

“Dibutuhkan riset berkelanjutan untuk inovasi produk alutsista di masa mendatang,” tutupnya

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *